Membedah Gus Yahya

0
482

Pemikiran KH. Yahya Cholil Staquf tertuang dalam buku biografi “KH. Yahya Cholil Staquf: Derap Langkah dan Gagasan” yang ditulis oleh Septa Dinata, M.Si. Dalam bedah buku tersebut di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina pada 19 Desember 2021, Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D mengatakan yang dibahas adalah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan organisasi NU tentu bersama Muhamadiyah juga merupakan organisasi Islam terbesar bukan hanya di Indonesia tetapi juga dunia, peranannya dalam demokrasi sangat penting dan menulis tokoh-tokohnya juga penting.

Septa Dinata menerangkan sosok Gus Yahya awalnya cukup asing baginya, tetapi seketika berubah setelah kontroversi Gus Yahya berkunjung ke Israel.

“Lalu kemudian sempat juga membaca makalah beliau ketika presentasi di Islamic Liberty Forum di Kuala Lumpur, saya kira sosok seperti ini sedang kosong di NU dan beliau yang bisa mengisi kekosongan itu,” kata Septa dalam siaran pers tertulis.

Ia juga mengatakan dirinya membaca buku Gus Yahya sendiri yang berjudul Perjuangan Besar NU, dirinya melihat ini eloborasi yang luar biasa dari beliau, dan banyak hal sebetulnya kalau tidak membaca buku itu memang potensi miss understanding terhadap Gus Yahya ini luar biasa.

Baca Juga :   Pertemuan 5 Tokoh Muda NU dengan Presiden Israel Potensi Lukai Perasaan Masyarakat Indonesia

“Apalagi kalau kita sudah punya asumsi kalau berkunjung ke Israel itu berarti pro Israel, itukan asumsi yang sangat latah,” katanya.

Menurutnya, kalau membaca elaborasi dari beliau, sebetulnya reasoning Gus Yahya ke Israel sebetulnya sebagai puncaknya, dalam buku ini salah satu poin yang ditekankan adalah terkait dengan kunjungan Gus Yahya ke Israel.

Septa menerangkan latar belakang sosok Gus Yahya beserta gagasan-gagasannya. Menurutnya, yang menarik dari seorang Gus Yahya adalah kemampuannya dalam meneropong perubahan tatanan global.

Sosiolog Dr. Laode Ida yang pernah menulis tesis tentang Nahdlatul Ulama mengungkap kekagumannya kepada keluarga besar KH. Yahya Cholil Staquf yang memiliki tradisi intelektual yang kuat. Dua sosok yang dikaguminya adalah KH. Cholil Bisri dan KH. Mustofa Bisri, Gus Yahya menurutnya adalah figur yang unik “background” Yahya Staquf membentuk untuk membangun, lebih bisa berinteraksi lebih luas ke komunitas-komunitas lintas identitas lintas budaya.

Keunikan lainnya, ternyata dia membangun komunikasi internasional yang cukup bagus itu, pihaknya melihat riwayatnya. Keunikan lainnya bahwa Yahya Staquf ini merupakan keturunan Madura dan masuk kelompok inti dalam NU. Kelompok inti dalam NU sangat berperan untuk mengisi formasi di NU maupun merepresentasikan NU ke luar.

Baca Juga :   PBNU Tidak Punya Kepentingan Tunjuk Perwakilan sebagai Menteri di Kabinet 2024-2029, Ini Alasannya

Kaprodi Falsafah dan Agama Universitas Paramadina Dr. M. Subhi Ibrahim, MA menyampaikan bahwa penulis berhasil menempatkan Gus Yahya dalam konteks dunia pesantren, NU, dan dalam politik kebangsaan.

Subhi menyatakan bahwa geneologi pemikiran Gus Yahya yang bercorak Gus Dur maka ada irisan dengan Paramadina. “Kalau Paramadina kan tagline-nya adalah Keislaman, Keindonesiaan, Kemoderenan. Jadi islam yang dimaksud adalah Islam yang punya konteks ke-Indonesiaan dan Kemoderenan. Kalau Gus Dur saya membacanya ada tiga juga yaitu keislaman pastinya sebagai dasar rujukan nilai, lalu Keindonesiaan dan Kemanusiaan. Jadi selalu Gusdur bicara dalam konteks kemanusiaan dan ternyata Gus Yahya juga seperti itu,” tambahnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics