
Direktur Riset The Iconomics: Dari Sisi Industri, Hasil Survei Sebut Peran Corporate Brand Besar

Director of Brand, Research & Strategy The Iconomics Alex Mulya/Iconomics
Survei Iconomics Research menjadi rujukan penilaian berbagai perusahaan yang terpilih sebagai penerima penghargaan dalam kategori Indonesia State Owned Enterprises (SOE) Subsidiaries Leading Brand Awards 2021. Branding dalam suatu perusahaan termasuk BUMN menjadi kunci pengenalan brand itu sendiri di tingkat masyarakat.
Director of Brand, Research & Strategy The Iconomics Alex Mulya mengatakan, melalui survey terhadap beberapa ribu responden dan beberapa customer perusahaan BUMN, Iconomics memperoleh data di mana setiap responden diberikan pertanyaan mengenai pengetahuan bahwa suatu produk yang dipasarkan merupakan karya dari anak perusahaan.
Contoh dari pertanyaan tersebut, kata Alex, apakah responden mengetahui kalau Fastron merupakan karya dari Pertamina Lubricant. Atau apakah responden mengetahui jika Rumah Sakit Pertamina, merupakan karya dari Petra Medica yang juga anak perusahaan dari Pertamina.
Hasil survei tersebut, kata Alex, menunjukkan bahwa anak perusahaan dengan tingkat brand awareness lebih dari 70% responden cenderung lebih mengetahui dengan tingkat persentase sebanyak 83,3%, dan 16,7% lagi tidak tahu atau menganggap produk yang dihasilkan oleh anak perusahan merupakan karya induk perusahaan.
“Itu ternyata jawabannya sangat beragam, dan kalau kita lihat untuk anak perusahaan dengan brand awareness di atas 70%, salah satu contohnya adalah Pertamina Lubricant atau Telkomsel yang brand awareness-nya sampai 90%. Itu jawabannya adalah tahu, artinya kalau brand dari anak perusahaannya itu cukup kuat maka produk yang beredar di pasaran akan dianggap sebagai karya dari anak perusahaan tersebut,” kata Alex seperti dikuti dari saluran YouTube Iconomics beberapa waktu lalu.
Selanjutnya, kata Alex, anak perusahaan dengan tingkat brand awareness dari 40% hingga 70%, sebanyak 45,6% responden mengetahui, sedangkan 54,4% tidak mengetahui. Selanjutnya, untuk tingkat anak perusahaan dengan brand awareness di bawah 40%, sebanyak 22,7% responden menjawab tahu, dan 77,2% menjawab tidak tahu.
“Tapi nasibnya akan sama sekali berbeda kalau kita lihat dari anak perusahaan dengan brand awareness di bawah 40%. Jadi titik 40% dan 30% itu adalah titik kritis bagi sebuah brand perusahaan, di mana kita katakan harusnya bisa di atas 20% atau 30% awareness secara nasional itu baru brand-nya kuat,” ujar Alex.
Berdasarkan hasil tersebut, kata Alex, Iconomics memberikan awards dengan mengambil penilaian perusahaan yang memiliki tingkat brand awareness di atas 30% untuk tingkat nasional. Sedangkan untuk yang mampu bersaing dengan BUMN, Iconomics menetapkan perusahaan tersebut setidaknya harus berada di atas 70% tingkat brand awareness.
“Jadi kalau memang brand anak perusahaan itu sendiri di bawah 40% awareness biasanya produk yang Anda keluarkan itu tidak dianggap sebagai produk Anda, tapi dianggap sebagai produk induk perusahaan,” kata Alex.
Meski demikian, menurut Alex, baik atau buruknya hal tersebut, kembali pada strategi tiap-tiap perusahaan, karena memiliki target atau pencapaian yang berbeda. Semisal, ada perusahaan yang memang ingin market lebih mengenal produk yang dipasarkan sebagai karya anak perusahaan, dan terdapat juga perusahaan yang menitik beratkan produknya sebagai karya dari induk perusahaan.
Di samping brand awareness, Alex juga memaparkan hasil survei yang dilakukan terhadap corporate brand baik dari induk perusahaan maupun anak perusahaan. Hasilnya, sebanyak 83,3% responden menjawab tahu, dan sebanyak 16,7% responden menjawab tidak tahu terhadap anak perusahaan dengan brand awareness di atas 70%.
Berikutnya, pada tingkat anak perusahaan dengan brand awareness sebanyak 40-70%, sebanyak 45,6% responden menjawab tahu, dan 54,4% tidak tahu. Sementara, pada level anak perusahaan dengan brand awareness di bawah 40%, sebesar 22,7% responden menjawab tahu, serta 77,2% menjawab tidak mengetahui.
“Banyak customer yang cenderung lebih memilih membeli sebuah produk atau melakukan sebuah transaksi karena brand perusahaan, bukan dari brand produknya, itu ada kecenderungan seperti itu,” tuturnya.
Namun, dari sisi industri, kata Alex, bahwa antara impact to purchase dari corporate brand dan impact to purchase dari product brand periode 2019 dan 2021, peran corporate brand semakin besar. Karena itu baik induk maupun anak perusahaan saat ini semakin berpikir tentang manajemen corporate brand.
“Memang tergantung industrinya, kalau customer good sudah pasti sangat tergantung pada brand produk. Kalau customer good, retail dan lain sebagainya,” katanya.
Leave a reply
