
Ombudsman Sebut Pemerintah Belum Tindaklanjuti soal Tata Kelola CBP

Tangkapan layar, anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika/Iconomics
Ombudsman RI mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan korektif terkait perbaikan tata kelola cadangan beras pemerintah (CBP). Berdasarkan temuan Ombudsman, sebanyak 134 ribu ton beras sisa impor di 2018 menumpuk di gudang Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog).
“Ombudsman pada 2021 menginvestigasi tentang cadangan beras pemerintah dan saat ini ada sekitar 134 ribu ton beras sisa impor 2018 masih menumpuk di gudang Bulog,” kata anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Menurut Yeka, pemerintah belum menindaklanjuti temuan Ombudsman soal tata kelola dan penetapan jumlah CBP. Juga belum menerbitkan peraturan teknis indikator pengambilan keputusan impor beras, pelaksanaan evaluasi terhadap harga eceran tertinggi (HET) beras, serta penyelesaian pembayar tagihan pelepasan stok CBP Bulog sebesar 20,36 ribu ton beras.
Soal penumpukan sisa impor beras di gudang Bulog, kata Yeka, hal tersebut terjadi karena tata kelola CBP yang buruk. Ditambah lagi belum adanya regulasi penetapan jumlah CBP, sehingga Perum Bulog mengalami kesulitan dalam menyusun strategi pengadaan dan pendistribusian beras.
“Ombudsman meminta Kementerian Pertanian untuk menerbitkan surat penetapan besaran CBP, sebagaimana amanat Pasal 4 Perpres 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional,” ujar Yeka.
Pada 2019, kata Yeka, Perum Bulog mengajukan penyediaan anggaran kepada pemerintah untuk disposal stock atau pembuangan stok beras yang turun mutu sebanyak 20,36 ribu ton. Akan tetapi, hingga saat ini masih belum terselesaikan dikarenakan belum ada penunjukan kuasa pengguna anggaran (KPA) untuk pelepasan stok beras turun mutu.
Karena itu, kata Yeka, pihaknya memberikan waktu kepada Kementerian Pertanian untuk segera menunjuk KPA paling lambat pada 18 April 2022. Di samping itu belum ada peraturan teknis indikator pengambilan keputusan pemerintah dalam melakukan impor beras yang mengacu pada ketentuan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pangan hingga saat ini.
“Ombudsman menilai indikator yang digunakan dalam pengambilan keputusan importasi beras masih bias sehingga mengakibatkan waktu impor beras bersamaan saat musim panen raya. Jumlah beras yang diimpor dalam strategi pengadaan tidak matching dengan strategi penyaluran sehingga mengakibatkan beras turun mutu,” kata Yeka.
Lebih lanjut, Ombudsman memberikan saran agar pemerintah memberlakukan penetapan harga baru pada 2022 ini. Hal itu dilakukan guna mempertimbangkan inflasi per tahun dan mempertimbangkan tingkat kesejahteraan petani.
Karena itu, kata Yeka, dengan temuan tersebut, Ombudsman berharap perbaikan tata kelola CBP yang semakin efisien dan tidak menimbulkan kerugian baik kerugian negara maupun masyarakat. Apalagi tata kelola CBP yang buruk bisa menyebabkan Bulog kolaps.
“Hal ini bisa saja terjadi apabila Badan Pangan Nasional ke depan tidak punya kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan menjaga stabilitas stok pangan,” katanya.
Leave a reply
