
Peningkatan Konsumsi Kunci Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi

Kantor DBS/Dok. DBS Indonesia
Sejak pandemi Covid-19, konsumsi rumah tangga pada kuartal kedua 2020 turun hingga 5,51%. Padahal, konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Walhasil, pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama menurun menjadi minus 5,32%.
Untuk mengimbangi rendahnya konsumsi rumah tangga, pemerintah berupaya menggenjot belanja negara. “Strategi percepatan penyerapan untuk kuartal ketiga ini menjadi kunci agar kita mampu mengurangi kontraksi ekonomi atau bahkan diharapkan bisa menghindari resesi,” kata Sri Mulyani, pada Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR dengan agenda Pembahasan Perkembangan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akhir Agustus lalu.
Kementerian Keuangan mencatat belanja pemerintah pada Agustus 2020 melesat sebanyak 8,8% dibanding bulan sebelumnya. Realisasi belanja pemerintah hingga Agustus 2020 mencapai Rp1.362,63 triliun. Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan belanja yang cukup signifikan tersebut sesuai instruksi Presiden Joko Widodo.
Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Adi Budiarso menyatakan, pemerintah memiliki tiga jurus utama untuk mengungkit ekonomi pada kuartal ketiga. “Pada saat masyarakat mengalami tekanan ekonomi, supply dan demand pemerintah harus berfokus pada upaya countercyclical,” kata Adi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI akhir Agustus lalu
Jurus pertama pemerintah adalah mempercepat realisasi program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Termasuk memperbaiki ketepatan data dan melakukan realokasi anggaran yang belum terpakai untuk program baru. Jurus selanjutnya adalah meningkatkan konsumsi pemerintah yang menyumbang 8,67% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Beberapa program yang menurut Adi telah dilakukan adalah pencairan gaji ke-13 dan bantuan pulsa untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Terakhir, jurus pemerintah adalah dengan memperkuat konsumsi masyarakat. Caranya dengan memodifikasi belanja perlindungan sosial dengan menaikkan besaran manfaat, menambah frekuensi penyaluran, dan periode penyaluran.
Namun, kebijakan ekspansi fiskal Pemerintah sayangnya masih belum menyelesaikan persoalan ekonomi. Pada Selasa, 22 September 2020, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga masih rendah dibanding ramalan semula. Meski belanja pemerintah naik lumayan tinggi, tapi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode Juli-September diperkirakan masih minus 2,9%.
“Konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, dan impor masih negatif,” ujar Sri Mulyani. Secara keseluruhan, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan negatif 0,6% hingga minus 1,7%.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
