
Anomali Cuaca pada Juni Dongkrak Inflasi Tahunan (yoy) Indonesia ke Level 4,35%

Ilustrasi/IDX Chanel
Tingkat inflasi tahunan (year on year) di Indonesia mencapai level 4,35% pada bulan Juni lalu. Inflasi tinggi ini terutama karena kenaikan sejumlah komoditas pangan akibat anomali cuaca pada bulan Juni sehingga mengganggu produksi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyampaikan inflasi bulanan pada Juni 2022 sebesar 0,61%, atau terjadi peningkatan indeks harga konsumen (IHK) dari 110,42 pada Mei 2022, menjadi 111,09 pada Juni.
Dengan kenaikan IHK pada Juni tersebut, maka inflasi tahun kalender pada bulan Juni menjadi 3,19% dan inflasi tahun ke tahun (year on year/yoy) mencapai 4,35%.
“Kalau dilihat dari penyumbang inflasinya, di bulan Juni ini adalah berasal dari komoditas cabe merah, kemudian cabe rawit, bawang merah dan telur ayam ras,” ujar Margo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/7).
Margo menjelaskan kenaikan harga cabe merah, cabe rawit dan bawang merah terutama disebabkan karena hujan yang cukup lebat pada Juni lalu di beberapa sentra produksi komoditas tersebut. “Ini menyebabkan gagal panen sehingga suplainya terganggu. Lebih karena supply shock akibat cuaaca yang anomali di bulan Juni,” ujarnya.
Margo mengungkapkan inflasi tahunan yang sebesar 4,35%, merupakan inflasi yang tertinggi sejak Juni 2017 dimana pada saat itu, bulan Juni 2017 inflasi kita sebesar 4,37%.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan tingkat inflasi Indonesia pada tahun ini diperkirakan sebesar 4,2%, sedikit di atas batas sasaran yaitu 2% hinga 4%. “Inflasi 4,2% ini masih kita golongkan sebagai terkendali, dibandingkan negara-negara lain yang inflasinya sangat tinggi,” ujar Perry.
Ancaman inflasi tinggi saat ini sedang terjadi di sejumlah negara. Brasil, Inggris, Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Meksiko dan Thailand, misalnya tingkat inflasinya sudah berada di atas 7%. Tekanan inflasi ini direspons oleh bank sentral dengan menaikkan suku bunga yang meneyebkan pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mengalami tekanan.
Di Amerika, misalnya, Federal Reserve telah menaikkan suku bunga sebesar 0,75% (75 bps) ke level 1,5%-1,75% pada Juni lalu untuk menjinakan tingkat inflasi yang pada Mei lalu sudah mencapai 8,6%.
Inflasi tinggi di sejumlah negara terjadi karena kenaikan harga komoditas pangan dan energi, baik karena dampak lanjutan pandemi Covid-19 maupun karena perang yang terjadi di Ukraina.
Margo Yuwono mengatakan tekanan harga di level global ini belum begitu berpengaruh ke Indonesia. “Belum banyak komoditas impor yang bertransmisi ke konsumen. Jadi, pergerakan harga-harga impor belum terlihat secara signifikan kepada komponen harga bergejolak,” ujarnya.
Leave a reply
