
BPDPKS: Volume Ekspor Kelapa Sawit Alami Penurunan Sejak Akhir 2021

Tangkapan layar, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrahman/Iconomics
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyebut volume ekspor kelapa sawit cenderung mengalami penurunan sejak akhir 2021 hingga pekan ke-3 Februari 2022. Penurunan ekspor itu terjadi meliputi produk crude palm oil (CPO) dan produk turunannya di luar cangkang, bungkil, dan lain sebagainya.
Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrahman mengatakan, volume ekspor CPO pada Oktober 2021 mencapai 3,33o juta metrik ton (MT). Sedangkan pada November 2021 turun menjadi 1,672 MT dan Desember 2021 naik sedikit menjadi 1,850 juta MT, Januari turun kembali menjadi 1,608 juta MT, dan memasuki Februari pekan ke-3 mencapai 1,178 juta MT.
“Jadi ada suatu kecenderungan penurunan volume ekspor khususnya di mulai dari akhir tahun 2021, sampai dengan bulan Februari tahun 2022,” kata Eddy dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (25/2).
Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor tahun 2022, kata Eddy, dinilai mampu mendukung ketentuan harga eceran tertinggi sebagaimana diatura dalam Permendag Nomor 6 tahun 2022.
Seperti diketahui, pemerintah menerapkan domestic market obligation (DMO) dengan tujuan para eksportir CPO boleh mengekspor CPO setelah memenuhi persyaratan DMO sebesar 20% disalurkan untuk kepentingan dalam negeri, khususnya yang berkaitan dengan produksi minyak goreng. Lalu, pemerintah juga menetapkan harga yang diatur dalam domestic price obligation (DPO) untuk CPO dengan ketentuan Rp 9.300 per kilogram, dan olein sebesar Rp 10.300 per kilogram.
“Kita lihat perkembangannya ke depan memang di awal-awal ini pasti akan terjadi suatu persiapan-persiapan khususnya daripada pelaku ekonomi dalam bentuk eksportir ini tadi untuk bisa memenuhi persyaratan-persyaratan ini sehingga nanti akan berpengaruh terhadap kegiatan ekspor,” ujar Eddy.
Menurut Eddy, kebijakan untuk membatasi kegiatan ekspor memang pada awalnya membutuhkan waktu sampai membentuk suatu keseimbangan baru yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan CPO dalam negeri di masa mendatang. Harapannya, produsen minyak goreng dapat memproduksi dengan bahan baku yang sudah disesuaikan pemerintah melalui beberapa peraturan.
“Dengan demikian, bisa mencapai harga eceran tertinggi sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 yaitu Rp 11.500 untuk curah, Rp 13.500 untuk kemasan sederhana dan Rp 14.000 untuk kemasan premium,” tutur Eddy.
Leave a reply
