
DPR Terbelah soal Rencana Pembentukan Pansus Jiwasraya

Gedung PT Asuransi Jiwasraya (Persero)/merdeka.com
Partai Demokrat mendukung pembentukan panitia khusus untuk menyelidiki jebolnya keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Demokrat beralasan, lewat pansus kelak, maka segala hal yang menyebabkan keuangan Jiwasraya jebol bisa terbuka kepada publik.
“Jadi proses (hukum) yang telah bergulir di Kejaksaan Agung, saya pikir silakan saja bergulir. DPR tinggal melihat apakah perlu menunggu hasil Kejaksaan atau tidak,” kata anggota Fraksi Demokrat Syarief Hasan beberapa waktu lalu.
Syarief mengatakan, Demokrat pada prinsipnya mendukung pengusutan kasus dugaan korupsi Jiwasraya secara transparan. Sebab, apa yang melanda Jiwasraya tak boleh ditutup-tutupi.
Sementara itu, secara terpisah anggota Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah menolak pembentukan pansus Jiwasraya. Senada dengan Kementerian BUMN, Said Abdullah menilai pembentukan pansus ini cenderung politis dan tak punya tujuan.
Said Abullah akan tetapi tak mempermasalahkan jika DPR membentuk panitia kerja untuk mempertanyakan keuangan Jiwasraya. Panitia kerja bisa dibentuk di Komisi XI maupun di Komisi VI. Kedua komisi itu bisa mempertanyakan kinerja dan keuangan Jiwasraya.
Kerja panitia kerja, kata Said Abdullan, juga akan didukung audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya kelak bisa lebih tajam. Juga soal hukumnya, Kejaksaan Agung juga sedang bekerja. Dengan semua ini, maka pansus tidak diperlukan lagi, kata Said Abdullah.
Sebelumnya, Kementerian BUMN berharap pembentukan pansus Jiwasraya di DPR tak perlu dilakukan. Pasalnya, proses pemeriksaan terhadap dugaan korupsi Jiwasraya akibat gagal bayar polisi nasabah yang jatuh tempo sedang berlangsung.
Kasus ini bermula dari kegagalan perusahaan ini membayar utang yang jatuh tempo senilai Rp 12,4 triliun pada akhir 2019. Hasil penyelidikan sementara, Kejaksaan Agung menilai direksi Jiwasraya melanggar prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di 13 perusahaan bermasalah. Negara karena itu berpotensi dirugikan hingga Rp 13,7 triliun.
Kejaksaan Agung juga telah memeriksa puluhan saksi dan mengklaim telah mengantongi nama calon tersangka dalam kasus ini. Namun, Kejaksaan tak ingin mengumumkan nama calon tersangka secara terburu-buru sebelum menerima hasil audit kerugian negara dari BPK.
Leave a reply
