
Jelang Putusan, Nasabah WanaArtha: Penyitaan oleh Kejaksaan Agung Tidak Sah dan Tidak Meyakinkan

Sidang praperadilan WanaArtha Life terhadap Kejaksaan Agung soal penyitaan rekening efek/The Iconomics
Bila sesuai rencana, Selasa (23/6) hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Merry Taat Anggarasih, S.H., M.H akan membacakan putusan gugatan Praperadilan dalam kasus penyitaan unit Reksadana milik WanaArtha Life oleh Kejaksaan Agung.
Sidang Praperadilan ini mulai bergulir 8 Juni 2020, meski pada sidang perdana itu pihak Kejaksaan Agung sebagai termohon tak menghadiri persidangan. Sidang kemudian kembali digelar pada 15 Juni dan 19 Juni.
Baik manajamen WanaArtha maupun nasabah WanaArtha yang tergabung dalam Forum Nasabah WanaArtha Life (Forsawa) optimis gugatan Praperadilan ini akan dimenangkan Pemohon yaitu WanaArtha.
“Kiranya kabar baik terwujud untuk kami nasabah WanaArtha Life pada 23 Juni 2020,” ujar Ketua umum Forsawa, Parulian Sipahutar dalam keterangan tertulis yang diterima Iconomics, Senin (22/6).
Parulian mengatakan berdasarkan fakta, bukti tertulis dan keterangan para saksi mata serta para saksi ahli yang dihadirkan di persidangan Praperadilan, penyitaan barang bukti berupa rekening efek dan sub rekening efek milik WanaArtha Life tersebut tidak sah dan tidak meyakinkan.
Dengan demikian, barang bukti tersebut bisa dikembalikan kepada WanaArtha Life untuk dikelola kembali. Dus, pembayaran manfaat nilai tunai kepada para pemegang polis yang sempat tertunda dapat dibayarkan karena sudah terhitung hutang WanaArtha Life kepada nasabah. Demikian juga polis yang sudah jatuh tempo bisa segera cair pembayarannya. Bagi yang mengajukan klaim kematian atau kecelakaan akan mendapatkan jaminan pembayaran berupa manfaat nilai tunai, santunan kematian dan pembayaran premi beserta uang pertanggungan yang dibayarkan oleh WanaArtha Life.
“Barang bukti yang disita bukan hanya milik WanaArtha Life tetapi sebagian besar merupakan dana kelolaan premi pemegang polis atau nasabah WanaArtha Life. Kejaksaan Agung patut mengetahui dan menduga dana yang disita bukan hanya milik WanaArtha Life tetapi juga milik pemegang polis atau nasabah karena kegiatan usaha WanaArtha Life adalah asuransi yang menghimpun dan mengelola dana premi pemegang polis,” tambah Desy Widyantari, pengurus Forsawa yang berprofesi sebagai Advokat.
Parulian khawatir bila hal seperti ini dibiarkan dan berulang akan menimbulkan dampak sistemik bagi industri asuransi di Indonesia. Bukan tak mungkin juga akan menimbulkan ketidakpercayaan nasabah asuransi sehingga terjadi capital flight.
Karena itu, Forsawa sudah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan perhatian terhadap kasus penyitaan unit Reksadana milik WanaArtha Life ini karena telah merugikan nasabah WanaArtha.
“Perusahaan asuransi WanaArtha Life memiliki reputasi sebagai the Best Insurance Company selama beberapa tahun dan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa keuangan (OJK). Dan ketika Forsawa menemui manajemen WanaArtha Life, mereka menyampaikan bahwa mereka kaget dan terheran-heran akan adanya penyitaan tersebut karena mereka yakin tidak bersalah dan tidak mengerti di mana letak korupsinya sehingga akhirnya disita,” ujar Parulian.
Forsawa berharap agar para penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung menghormati hak-hak azasi manusia dalam proses penegakan hukum.
“Jangan pernah berkata, tangkap dan sita kemudian silahkan dibuktikan dalam pengadilan. Banyak nasabah WanaArtha Life selama 4 bulan dan akan memasuki masa 5 bulan ini menderita bila belum ada keputusan berpihak kepada keadilan,” ujar Parulian.
Parulian menambahkan penyitaan hanya boleh dilakukan terhadap barang tersangka atau terdakwa, bukan barang milik nasabah yang meletakkan uang dalam bentuk asuransi investasi, di mana uang yang disetor ditukar dengan polis yang isinya perjanjian jangka waktu dan pembayaran manfaat nilai tunai bersifat tetap selama jangka waktu perjanjian yang dibayarkan tiap bulan sesuai periode pembayaran nasabah.
Leave a reply
