Ketika Budi Gunadi Sadikin Merasa Hidup Sebagai CEO Jauh Lebih Baik Dibanding Sebagai Menkes

0
476

Berbicara di hadapan para pimpinan perusahaan dalam Forum CEO yang digelar Kompas, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan curahan hatinya menghadapi tantangan berat sebagai menteri kesehatan.

“Terus terang saya begitu menjadi menteri saya merasakan hidup sebagai CEO adalah jauh lebih baik dibandingkan hidup sebagai menteri kesehatan. Tiga minggu sebagai menteri kesehatan rasanya sudah seperti 30 tahun bekerja sebagai seorang CEO,” ujar pria yang ditunjuk Jokowi sebagai menteri pada 23 Desember 2020 lalu itu, saat memulai paparannya dalam forum tersebut.

Tugas berat memang sedang dihadapi oleh Budi Gunadi Sadikin selaku menteri kesehatan. Pria yang memiliki latar belakang sebagai bankir ini menjadi menteri kesehatan di saat dunia dan Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19.  Tahun 2021 ini, tugas berat Budi adalah mensukseskan program vaksinasi yang diyakini bisa mengakhiri pandemi Covid-19 sehingga roda perekonomian bisa kembali berjalan normal.

Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada acara Forum CEO tersebut meminta agar proses vaksinasi dilakukan dalam waktu yang secepatnya dan menjangkau sebanyak mungkin populasi di Indonesia.

“Karena kita punya kekuatan, kurang lebih 30.000 vaksinator, ada kurang lebih 10.000 Puskesmas, ada kurang lebih 3.000 rumah sakit yang bisa kita gerakan,” ujar Presiden.

Baca Juga :   Perkembangan Vaksinasi dan Penanganan PPLN

Dengan 30.00 vaksinator, Presiden mengatakan bila satu vaksinator menyuntikan 30 orang sehari, maka dalam sehari total yang disuntik vaksin mencapai hampir 1 juta orang. “Ini angka yang besar sekali. Kekuatan kita ada di sini,” ujarnya seraya menambahkan kekuatan seperti ini tak dimiliki oleh negara lain.

Karena itu, Presiden mengatakan dirinya pernah meminta agar program vaksinasi ini dilakukan dalam waktu setahun.

Budi Gunadi menjelaskan terkait program vaksinasi ini, ada tiga pekerjaan besar yang harus dilakukan yaitu pengadaan vaksin, logistik vaksin dan penyuntikan vaksin.

Terkait pengadaan vaksin, untuk mencapai kekebalan komunal (herd immunity), Indonesia membutuhkan 426 juta dosis vaksin untuk 70% populasi atau 181,5 juta populasi, dimana satu populasi disuntik dua dosis, ditambah 15% sebagai cadangan.

“Sampai sekarang kondisinya kita sudah memiliki komitmen delivery itu sekitar 300 jutaan vaksin dan kita memiliki opsi delivery – jadi produksinya sudah firm tetapi delivery-nya kita masih opsi- sekitar 300 juta vaksin. Jadi kita sudah memiliki 600 juta vaksin atau sekitar 150% dari target,” ujar Budi.

Budi mengatakan pengadaan vaksin di Indonesia bersumber dari 4 produsen atau jenis yaitu vaksin Sinovac dari China, vaksin AstraZence dari Inggris, vaksin BioNTech-Pfizer dari Jerman-Amerika, dan Novavax dari Amerika.

Baca Juga :   OJK Mendorong Percepatan Vaksinasi dan Pengembangan UMKM di Daerah

“Indonesia termasuk salah satu negara yang berhasil men-secure jumlah vaksinnya dengan cepat dan aman,” ujarnya.

Masalah kedua adalah terkait logistik vaksin yang juga memiliki tantangan yang berat. Budi mengatakan setiap tahun Indonesia memiliki kapasitas 150-200 juta vaksin untuk anak-anak seperti vaksin TBC, difteri, cacar, rubella dan sebagainya. Berbagai vaksinasi untuk anak-anak ini tetap harus dilakukan selama program vaksinasi Covid-19. Dus, total kapasitas vaksinasi yang harus dilakukan setahun ke depan ini adalah 626 juta dosis atau tiga kali lipat dari kapasitas biasanya, yang meliputii 426 juta dosis untuk vaksin Covid-19 dan sekitar 200 dosis untuk vaksin anak.

“Dan vaksin ini harus diangkat dengan logistik rantai dingin antara 2-8 derajat celcius. Tidak semua perusahaan logistik mampu. Kita sudah cek logistik rantai dingin yang dimiliki dan kita akan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan logistik swasta yang mampu membantu kita untuk mendukung logistik rantai dingin ini,” ujar Budi.

Ketiga adalah masalah penyuntikan vaksin. Budi mengatakan jumlah fasilitas kesehatan baik Puskesmas maupun rumah sakit dan juga vaksinator cukup untuk pelaksanaan penyuntikan. Tetapi meski secara agregat jumlahnya cukup, tetapi Budi mengatakan penyebarannya tidak merata antar kabupaten/kota.

Baca Juga :   Dinkes DKI Jakarta: Sebanyak 12% dari Kasus Positif Hari Ini Adalah Anak Di Bawah 18 Tahun

“Saya mengharapkan bahwa seluruh vaksinasin ini bisa selesai dalam waktu 15 bulan, sekitar 450 hari. Bapa presiden minta kalau bisa selesai dalam waktu 12 bulan atau 365 hari. Saya sekarang sedang menghitung bangaimana caranya agar kita bisa menyelesiakan program vaksinasi ini instead of 450 hari menjadi 365 hari. Dan salah satunya yang kami sudah ajukan, sudah diputuskan, kami akan bekerja sama dengan rumah sakit swasta. Karena kita punya sekitar 10 ribu Puskesmas, kalau rumah sakit Polri, TNI sama pemerintah itu mungkin 500-an kalau ditambah dengan rumah sakit swasta akan menjadi 3000-an. Ini yang akan kita pakai sebagai outlet-outlet untuk vaksinasi,” bebernya.

Untuk daerah yang kekurangan fasilitas kesehatan, penyuntikan vaksin rencananya akan dilakukan secara massal di tempat-tempat seperti stadion, sekolah, gedung-gedung pertemuan dan lainnya.

 

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics