Kewajiban Sertifikasi Halal Menyulitkan Industri Jasa Logistik; ASPERINDO Bakal Berdiskusi dengan BPJPH

0
217

Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (ASPERINDO) akan berdiskusi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terkait dengan implementasi kewajiban sertifikasi halal untuk pelaku usaha sektor jasa logistik.

H.Syarifuddin selaku Direktur Eksekutif ASPERINDO mengatakan, ASPERINDO “mendukung setiap kebijakan pemerintah sepanjang itu untuk kepentingan bersama dan tidak menambah beban.”

Demikian halnya kebijakan sertifikasi halal, ia mengatakan, ASPERINDO juga mendukung. Namun demikian, ia berkata, “pemerintah juga harus melihat bisnis proses dari setiap industri.”

“Di industri kami, jasa pengiriman, bisnis prosesnya ini agak njelimet. Mulai dari pickup (pengambilan), lalu penyortiran, pengepakan, kemudian pendistribusian atau pengangkutan. Itu kalau dikaitkan dengan ketentuan sertifikat halal, sepertinya agak menyulitkan industri kami. Karena, sarana prasarananya, infrastrukturnya harus dibikin dobel. Dipisah-pisah antara sarana yang untuk halal dan sarana untuk yang tidak halal. Baik itu pergudangan, harus ada pemisahan, tidak boleh bercampur. Angkutan pun demikian tidak boleh campur. Sementara industri kami ini punya cabang dan punya agen yang banyak,” ujarnya saat dihubungi Theiconomics.com, Jumat (26/7).

“Bayangkan saja! Kalau agen dan cabang juga harus mendobelkan infrastrukturnya, tentu merupakan kerja berat untuk kami. Menyangkut cost juga. Karena semua digandakan. Transportasi digandakan, gudangnya digandakan. Macam-macamlah,” tambahnya.

Karena itulah, kata Syarifuddin, ASPERINDO berencana audiensi dengan BPJPH untuk berdiskusi terkait bisnis proses sektor jasa logistik ini.

“Artinya, bukan pada posisi menolak [sertifikasi halal], tetapi ingin menyampaikan, kalau amanat Undang-Undang itu dilaksanakan, itu akan ada masalah di kami, bukan cuma menyangkut infrastruktur dobel dan biaya, tetapi juga akan terjadi pelanggaran-pelanggaran nanti. Ini kami diskusikan terlebih dahulu dengan BPJPH untuk mencari solusi,” ujarnya.

Baca Juga :   Sertifikasi Halal Dongkrak Penjualan UMKM

Surat untuk permohonan audiensi itu, kata dia, sudah disiapkan ASPERINDO. Surat ditujukan ke Presiden Joko Widodo melalui Muhammad Aqil Irham selaku kepala BPJPH. 

Ditanya target yang mau dicapai dari pertemuan itu, Syarifuddin mengatakan, tentu bukan dispensasi atau pengecualian dari aturan kewajiban sertifikasi halal, tetapi mencari jalan keluar yang tidak memberatkan pelaku jasa logisitk.

“Golnya adalah kita pingin minta pengarahan supaya beban kita tidak menjadi dobel-dobel. Ini yang mau kita diskusikan bersama dengan BPJPH. Supaya ada solusi. Tentu solusinya yang tidak memberatkan kami, tetapi kami tetap bisa mengkuti aturan main yang ada, atau memenuhi peraturan yang ada, tetapi tidak menambah beban,” ujarnya.

Misalnya, antara produk atau barang halal dan non halal tetap dipisahkan. Tetapi, terkait barang penunjang seperti gudang dan kendaraan, kata dia “itu yang pingin kita bicarakan”.

Syarifuddin mengatakan, lembaga pemeriksa halal seperti Sucofindo dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) DKI sudah menjalin komunikasi dengan ASPERINDO.

“Tetapi yang dibicarakan baru tingkat sosialisasi dari peraturannya. Mereka kan hanya pelaksana dari peraturan itu. Sementara pada tingkat kebijakan adanya di BPJPH bersama pemerintah. Karena itu, ASPERINDO harus ke BPJPH,” ujarnya.

Baca Juga :   BPJPH Akselerasi Sertifikasi Halal, Target 10 Juta Produk Tahun Ini

Batas Waktu 17 Oktober 2024

Kewajiban sertifikasi halal merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang  Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Pasal 135 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, menyebutkan bahwa produk yang wajib bersertifikat halal terdiri atas barang dan atau jasa. Barang meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik dan barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan.

Sementara jasa meliputi layanan usaha yang terkait dengan penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan/atau  penyajian.

Kewajiban bersertifikat halal ini dilakukan secara bertahap. Produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan masuk dalam tahap pertama yaitu dimulai 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2024. Artinya, terhitung 18 Okotober 2024, produk dan jasa tersebut harus sudah memiliki sertifikat halal.

Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham beberapa waktu lalu mengatakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021, masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir 17 Oktober 2024.

“Berdasarkan regulasi JPH [Jaminan Produk Halal], ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.” kata Aqil Irham, dikutip dari laman BPJPH.

Baca Juga :   BPJPH Bersuara Soal Sertifikat Halal Produk Bernama Tuak, Wine, dan Beer

Aqil Irham menegaskan “ketiga kelompok produk tersebut harus sudah bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024.”

“Kalau belum bersertifikat dan beredar di masyarakat, akan ada sanksinya. Untuk itu, kami himbau para pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal melalui BPJPH,” ujarnya.

Sanksi yang diberikan, sambungnya, dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. 

“Oleh karena itu, sebelum kewajiban sertifikasi halal tersebut diterapkan, kami mengimbau kepada pelaku usaha khususnya dengan ketiga kategori produk di atas untuk segera mengurus sertifikat halal produknya,” ujarnya.

Syarifuddin selaku Direktur Eksekutif ASPERINDO mengatakan, perusahaan jasa logistik yang menangani pegiriman barang barupa “makanan, minuman dan hasil sembelihan” juga terkena kewajiban penahapan pertama tersebut.

“Itu sudah terkena kewajiban yang tadi [sertifikasi halal], harus dipisah-pisah [antara produk halal dan non halal]. Tetapi kalau tidak menangani [tiga kategori produk] itu, belum terkena [kewajiban sertifikasi halal],” ujar Syarifuddin.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics