
OJK akan Perpanjang Kembali Kebijakan Restrukturisasi Kredit, Tetapi Tidak untuk Semua Debitur

Anggota Dewan Komisioner OJK, sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sinyal kuat untuk kembali memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit untuk debitur yang terkena dampak pandemi Covid-19. Namun, perpanjangan kali ini akan lebih selektif.
“Diperpanjang? Sudah pasti, akan diperpanjang. Tetapi perpanjangan itu tidak dilakukan secara across the board, tetapi kita akan melihat per sektor, kemudian segmentasi pasarnya, kemudian geografis, bahkan individu debitur pun akan kita cermati untuk memastikan bahwa perpanjangan ini tidak menimbulkan moral hazard, tidak menimbulkan persepsi negatif kepada negara kita. Karena negara-negara lain dalam konteks restrukturisasi ini, sudah melakukan normalisasi,” ujar Dian Ediana Rae, Anggota Dewan Komisioner OJK, sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/9).
Perpanjangan kebijakan restrukturisasi yang tidak dilakukan secara across the board ini mempertimbangkan beberapa sektor yang terindikasi pemulihannya masih membutuhkan waktu, seperti akomodasi, makanan dan minuman, dan beberapa sektor lain seperti real estat dan sewa. Selain itu, secara geografis daerah seperti Bali yang mengandalkan sektor pariwisata juga masih membutuhkan waktu untuk pulih dari dampak pandemi.
“OJK menyadari bahwa tingkat pemulihan kinerja debitur tentu berbeda di setiap sektor dan wilayah. Di satu sisi kita sadari bahwa perkembangan kasus Covid-19 juga sudah menurun dan terkendali, kemudian juga mobilitas masyarakat yang terus menunjukkan peningkatan, harga komoditas unggulan Indonesia juga meningkat, ini tentu akan memberikan dampak positif pada debitur korporasi di beberapa sektor,” ujar Dian.
OJK, tambah Dian, terus mencermati perkembangan perekonomian dan kasus Covid-19, dan terus mengobservasi berbagai faktor antara potensi dan tantangan pemulihan ekonomi ke depan. Melandainya Covid-19, maraknya aktivitas perekonomian dan kondusifnya kinerja makro ekonomi domestik menjadi poin lebih dalam mendukung sektor riil ke depan.
Namun demikian, berbagai tantangan masih berpotensi menghalangi optimisme tersebut, diantaranya masih tingginya tensi geopolitik global, disrupsi rantai pasok, tingginya harga komoditas dan energi, serta rentetan dari peningkatan inflasi dan suku bunga yang memicu stagflasi.
Dian mengatakan saat ini OJK masih melakukan survei dan studi akhir terkait dengan rencana pengmbilan kebijakan restrukturisasi kredit ini. Dalam waktu satu hingga dua bulan ke depan, kajian tersebut diharapkan sudah selesai. Keputusan akahir nantinya akan diambil melalui rapat dewan komisioner bulanan.
Hingga Juli 2022, kredit restrukturisasi perbankan yang terdampak Covid-19 terus bergerak melandai. Kredit yang mendapatkan relaksasi pernah mencapai titik tertingginya sebesar Rp 830,47 triliun pada Agustus 2020. Per Juli 2022, restrukturisasi kredit Covid-19 tersebut telah turun menjadi sebesar Rp560,41 triliun, menurun dibandingkan Juni 2022 yang sebesar Rp 576,17 triliun. Hal tersebut menunjukkan bahwa 40% dari kredit yang direstrukturisasi karena terdampak Covid-19 telah kembali sehat dan keluar dari program restrukturisasi.
Jumlah debitur yang mendapatkan restrukturisasi Covid-19 juga menunjukkan penurunan menjadi 2,94 juta debitur per Juli 2022. Jumlah ini pernah mencapai angka tertinggi sebesar 6,84 juta debitur pada Agustus 2020.
Secara proporsi sektoral, restrukturisasi Covid-19 per sektor terhadap total kredit per sektor yang masih di atas 20% adalah sektor akomodasi, makanan dan minuman yang mencapai 42,69% atau senilai Rp126,06 triliun. Sedangkan sektor lain yang masih terdampak adalah real estat dan sewa, sebesar 17,90% kredit sektor ini masih direstrukturisasi dengan nilai Rp51,87 triliun.
Kebijakan restrukturisasi kredit dimulai pada tahun 2020. Pada September 2021, OJK menerbitkan dua POJK baru. Dua ketentuan baru tersebut memperpanjang masa kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari Maret 2022 menjadi Maret 2023 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Kedua POJK tersebut adalah POJK Nomor 17/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekononomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Kemudian, POJK Nomor 18/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
3 comments
Leave a reply

[…] kebijakan restrukturisasi kredit ini, sebelumnya OJK mengatakan kebijakan tersebut akan diperpanjang, tetapi tidak berlaku untuk semua […]
[…] Jasa Keuangan (OJK) kembali memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit. Namun, perpanjangan kali ini tidak untuk semua […]
[…] Jasa Keuangan (OJK) kembali memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit. Namun, perpanjangan kali ini tidak untuk semua […]