
RAPBN 2021 Disahkan Jadi Undang-Undang, Ini Asumsi Makro dan Postur Anggarannya

RUU APBN 2021 disahkan menjadi undang-undang pada rapat paripuna DPR RI, Selasa (29/9)/iconomics
Rapat paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang APBN 2021 menjadi Undang-Undang pada Selasa (21/9). Defisit anggaran ditetapkan sebesar 5,7% dari PDB.
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah saat rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR RI, Puan Maharani, memaparkan berdasarkan pembahasan di Badan Anggaran antara Pemerintah dan Bank Indonesia, asusmi makro APBN 2021 adalah pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sebesar 5%.
Kemudian, laju inflasi sebesar 3%, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebesar 14.600 dan tingkat suku bunga SBN 10 tahun sebesar 7,29%. Selanjutnya, harga minyak mentah US$45/barel, lifting minyak bumi 705 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1.007 ribu barel setara minyak per hari.
Untuk sasaran pembangunan, tingkat pengangguran terbuka 7,7%-9,1%; tingkat kemiskinan 9,2% hingga 9,7%. Gini rasio sebesar 0,377-0,379 dan indeks pembangunan manusia sebesar 72,78-72,95. Kemudian nilai tukar petani sebesar 102-104 dan nilai tukar nelayan sebesar 102-104.
Dengan ausmi dasar ekonomi makro tersebut, maka pendapatan negara dalam APBN 2021 adalah sebesar Rp1.743,65 triliun. Rinciannya, pendapatan dalam negeri sebesar Rp1.742,75 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp0,9 triliun.
Pendapatan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.444,54 triliun yang bersumber dari PPh sebesar Rp683,77 triliun, PPN sebesar 518,55 triliun, PBB sebesar 14,8 triliun, cukai sebesar Rp180 triliun, pajak lainnya sebesar Rp12,43 triliun dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp34,96 triliun.
Kemudian PNBP sebesar Rp298,20 triliun yang bersumber dari penerimaan SDA migas sebesar Rp74,99 triliun, SDA non migas sebesar Rp29,11 triliun, PNBP lainnya sebesar Rp109,18 triliun dan pendapatan badan layanan umum sebesar Rp58,79 triliun serta pendapatan pemerintah dari kekayaan negara yang dipisakan sebesar Rp26,13 triliun.
Dari sisi belanja atau pengeluaran, total belanja dalam APBN 2021 sebesar Rp2.750 triliun. Rinciannya belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.945,5 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp795,5 triliun.
Belanja pemerintah pusat terdiri atas pertama, belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp1.031,96 triliun. “Terhadap belanja K/L, Badan Anggaran meminta Pemerintah untuk menyiapkan indikator-indikator yang dapat menunjukkan dampak langsung kepada masyarakat dari program-program proritas di masing-masing K/L,” ujar Said Abdullah.
Belanja Non K/L untuk program pengelolaan utang negara sebesar Rp373,26 triliun yang terdiri dari bunga utang dalam negeri sebesar Rp355,11 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp18,15 triliun.
Kemudian kedua, belanja Non K/L lainnaya adalah program pengelolaan subsidi sebesar Rp175,35 triliun terdiri dari subsidi energi sebesar Rp110,51 triliun dan subsidi non energi sebesar Rp64,84 triliun.
Anggaran program pengelolaan subsidi energi terdiri dari subsidi BBM dan LPG tabung 3kg sebesar Rp56,92 triliun dan susbidi listrik sebesar Rp53,59 triliun. Said mengatakan untuk subsidi BBM dan LPG 3kg pada tahun 2021 ini, Pemerintah sudah mulai mendata masyarakat yang berhak untuk menerima subsidi LPG 3 kg yang terintegrasi dengan data masyarakat miskin berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DPKS). Nanti pada tahun 2022 subsidi BBM dan LPG langsung disalurkan kepada orang, tidak lagi dalam bentuk produk atau komoditas (sistem tertutup).
Untuk subsidi listrik diberikan kepada pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA dan rumah tangga miskin dan rentan miskin dengan daya 900 VA sesuai data DPKS.
Untuk subsidi non energi akan dialokasikan untuk subsidi pupuk sebesar Rp25,28 triliun, subsidi PSO sebesar Rp6,11 triliun, subsidi bunga kredit program sebesar Rp21,70 triliun dan subsidi pajak sebesar Rp11,75 triliun.
Belanja pemerintah pusat yang ketiga adalah program pengelolaan hibah negara pada tahun 2021 dianggarkan sebesar Rp6,78 triliun. Selanjutnya keempat adalah program pengelolaan belanja lainnya sebesar Rp223,78 triliun. Kelima, program pengelolaan transaksi khusus sebesar Rp143,41 triliun.
Selanjutnya dana transfer ke daeran dan dana desa (TKDD) tahun 2021 sebesar Rp795,48 triliun, terdiri atas transfer ke daerah sebesar Rp723,48 triliun dan dana desa sebesar Rp72 triliun.
Dana transfer ke daerah terdiri atas dana perimbangan sebesar Rp688,68 triliun, dana insentif daerah sebesar Rp13,5 triliun, dana otsus dan dana keistimewaan Yogyakarta sebesar Rp21,30 triliun.
Untuk dana perimbangan sendiri terdiri atas dana transfer umum sebesar Rp492,25 triliun yang terdiri atas dana bagi hasil sebesar Rp101,96 triliun dan dana alokasi umum sebesar Rp390,29 triliun. Kemudian dana perimbangan transfer khusus sebesar Rp196,42 triliun yang terdiri dari dana alokasi fisik sebesar Rp62,25 triliun dan dana alokasi khusus non fisik sebesar Rp131,18 triliun.
Dengan postur anggaran pendapatan dan belanja tersebut, maka defisit APBN tahun 2021 sebesar 5,7% terhadap PDB atau sebesar Rp1.006,36 triliun. Pembiayaan utang sebesar Rp1.177,35 triliun.
Leave a reply
