Tetap Naikkan Suku Bunga, Bagaimana Bank Indonesia Dorong Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2023?

0
534

Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 sebesar 4,5% hingga 5,3%. Suatu proyeksi yang optimistik di tengah situasi global yang diliputi kegelapan. Bank Indonesia sendiri juga masih akan melanjutkan menaikkan suku bunga seiring dengan tren yang dilakukan oleh bank-bank sentral dunia, termasuk Fed Fund Rate yang diproyeksikan akan naik hingga ke level 5%.

Untuk menjaga stabilitas dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia memang memiliki cukup banyak instrumen kebijakan, tidak hanya moneter tetapi juga sejumlah instrumen lainnya. Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia mengatakan dengan berlanjutnya gejolak global, kebijakan moneter pada tahun 2023 tetap akan diarahkan pada stabilitas (pro stability). Sementara empat kebijakan lain yaitu kebijakan makro prudential, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan UMKM dan ekonomi keuangan syariah akan terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (pro growth).

Di bidang kebijakan moneter, untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan Rupiah, Bank Indonesia akan mengoptimalkan tiga instrumen. Pertama, kebijakan suku bunga front loaded, pre-emptive, dan forward looking secara terukur untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti akan kembali ke sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu semester satu 2023. Sejak Agusus 2022 yang lalu, Bank Indonesia sudah menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) secara bertahap dari 3,5% hingga mencapai 5,25% pada November ini.

Baca Juga :   Sampai Kapan BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5%?

Kedua, untuk stabilisasi Rupiah dari tekanan global, Perry menegaskan Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga melalui triple intervention, yaitu intervensi di pasar spot, Domestic Non-Delivery Forward, dan transaksi SBN di pasar sekunder. Triple intervention dilakukan dengan tetap menjaga kecukupan cadangan devisa. Per akhir Oktober 2022 lalu, cadangan devisa Indonesia mencapai US$30,2 miliar.

Ketiga, masih di bidang moneter, Bank Indonesia akan melanjutkan penjualan SBN tenor jangka pendek dan pembelian SBN jangka panjang di pasar sekunder dalam hal diperlukan. Langkah ini dilakukan untuk menjaga imbal hasil SBN agar tetap menarik untuk masuknya investasi portofolio sehingga mendukung stabilitas Rupiah dan juga menjaga agar kenaikan yield SBN untuk pembiayaan fiskal tidak berlebihan.

Perry mengatakan empat instrumen kebijakan yang lainnya yaitu makro prudential, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan UMKM dan ekonomi keuangan syariah diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (pro growth).

Di bidang kebijakan makro prudential, misalnya, Perry mengatakan Bank Indonesia mempertahankan kebijakan makro prudential longgar untuk mendorong kredit perbankan bagi dunia usaha. Tahun depan Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit tetap dobel digit yaitu 10% hingga 12%.

Baca Juga :   BI Rate Dipangkas, Bank Indonesia Dorong Bank Turunkan Suku Bunga Deposito dan Kredit

Untuk mencapai target pertumbuhan kredit tersebut, Bank Indonesia antara lain mempertahankan kebijakan uang muka 0% untuk kredit properti dan kendaraan bermotor hingga tahun 2023. Selain itu, Bank Indonesia juga akan meningkatkan insentif Giro Wajib Minimum (GWM) untuk mendorong kredit pada sektor-sektor prioritas termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit UMKM dan keuangan hijau.

Dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang tidak ringan, Perry mengatakan sinergi kebijakan utamanya kebijakan moneter dan fiskal sangat diperlukan.

“Sinergi dan inovasi adalah kata kunci untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang telah terbukti selama pandemi. Sinergi ini perlu diperkuat dalam menghadapi gejolak global dan kebangkitan tahun-tahun depan,” ujar Perry.

Perry mengatakan Bank Indonesia akan terus berkoordinasi erat dengan pemerintah dan Komite Statabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dimana di dalamnya selain ada Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, juga ada Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Leave a reply

Iconomics