
KLHK: CSR PHE Jambi Merang Salah Satu Role Model untuk Kegiatan Sosial Perusahaan

Ketua Sekretariat PROPER Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Sigit Reliantoro/Iconomics
Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) hendaknya dapat menciptakan nilai (value creation) lebih kepada masyarakat dengan menggunakan modal sosial dan sumber daya yang mereka miliki. Tidak hanya perusahaan yang diuntungkan dengan terciptanya reputasi yang baik di mata masyarakat, tetapi juga masyarakat itu sendiri juga diberdayakan secara sosial dan ekonomi.
Ketua Sekretariat PROPER Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Sigit Reliantoro mengatakan salah satu contoh terbaik praktik CSR di Indonesia adalah yang dilakukan oleh Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Salah satu kegiatan CSR yang dilakukan PHE Jambi Merang adalah mengantisipasi bencana api atau kebakaran hutan dengan memperkuat institusi yang ada di desa dengan menggunakan modal sosial dan sumber daya (resources) yang ada di desa.
PHE Jambi Merang membangun embung-embung, yang di satu sisi untuk persediaan air, tetapi di sisi lain bisa digunakan untuk pemadam kebakaran. “Dalam prosesnya yang paling kelihatan menonjol di sini adalah ada transfer core competency dari perusahaan yaitu penanganan api. Firefighter itu kan core competency-nya teman-teman di Pertamina yang ditransferkan kepada teman-teman di desa. (Masyarakat desa) diperkuat kompetensinya sehingga bisa mengatasi masalah di wilayahnya sendiri,” ujar Sigit ketika menjadi pembicara dalam acara webinar dan Iconomics CSR Award 2020 yang diselenggarkan media ini, Jumat (4/11).
Selain memperkuat komptensi masyarakat desa itu sendiri, ternyata komptensi yang dimiliki itu dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan yang ada di desa untuk mengatasi masalah kebakaran. Perusahaan-perushaan tersebut meminta bantuan dari masyarakat desa yang sudah dilatih untuk memadamkan api. Dari situ, masyarakat mendapatkan penghasilan dari profesi mereka yang baru ini. “Ini menunjukkan bahwa perusahaan (PHE Jambi Merang), selain diuntungkan karena daerah operasinya juga aman dari kebakaran hutan, tetapi juga bisa memperkuat komptensi dari orang setempat untuk bisa menyelamatkan harta bendanya tetapi juga bisa menambah penghasilan,” ujar Sigit.
Sigit mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong perusahaan untuk lebih resposn dan sensitif dalam penanggulangan kebencanaan di Indonesia melalui kegiatan CSR mereka. Perusahaan tidak bisa hanya memperhatikan kepentingan bisnisnya atau “apa yang ada di dinding dalam proses produksi barang dan jasanya saja”. Karena dalam Amdal sendiri juga dikenal adanya batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administratif.
“Kalau hanya peduli dengan lingkungannya sendiri, maka sebetulnya ini tidak memberikan hal yang baik. Karena pada dasarnya kalau terjadi bencana maka akses karyawan juga terganggu, proses produksi barang dan jasanya juga terganggu, bahkan mungkin supplier yang memberikan barang dan jasa juga akan mengalami gangguan,” ujarnya.
Perusahaan, jelasnya, hendaknya sudah mulai mengintegrasikan analisa risiko baik risiko kebencanaan maupun risiko operasionalnya dengan social mapping sehigga diperoleh gambaran yang lengkap mengenai risiko yang ada di dalam dan di luar maupu resources dari masyarakat yang bisa digerakan untuk mengamankan tidak hanya aset perusahaan tetapi juga aset keseluruhan infrastruktur yang nanti mendukung usaha dari perusahaan tersebut.
Leave a reply
