
Berbagai Beban Pembiayaan APBN, Bagaimana Independensi Bank Indonesia?

Gedung Bank Indonesia/Anadolu Agency
Bank Indonesia (BI) turut terlibat dalam pembiayaan APBN sebagai bentuk berbagai beban (burden sharing) dengan pemerintah dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana. Tahun ini defisit APBN melebar dari rencana semula 1,7% menjadi 6,34% terhadap PBD akibat melonjaknya belanja sementara pendapatan turun karena pandemi Covid-19.
Partisipasi bank sentral dalam pembiayaan defisit APBN ini sudah diatur dalam Perppu No 1 tahun 2020 yang sudah disahkan menjadi Undang-undang No 2 tahun 2020.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan BI dan pemerintah memiliki nota kesepahaman bahwa dalam pembiayaan defisit APBN ini BI akan menjadi backstop atau penyokong manakala SBN yang diterbitkan pemerintah tidak diserap pasar.
“Jadi kalau memang dibutuhkan dananya, dicari di market juga susah, BI akan masuk di situ. Sejauh ini sudah berjalan, tetapi kan memang market-nya sejauh ini alhamdulilah bagus ya, jadi kita lihat dari beberapa kali lelang kan bagus terus hasilnya. Selalu ada oversubscribed beberapa kali. Terakhir kemarin yang Sukuk sampai 5,5 kali. Artinya memang sampai sekarang ini relatif masih bisa ditangani oleh pasar,” ujar Destry dalam diskusi yang digelar Katadata, Kamis malam (25/6).
Koordinasi antara BI dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, jelasnya masih terus dilakukan untuk pembiayaan APBN.
“Tentunya pasti BI akan bersama-sama dengan pemerintah untuk melakukan burden sharing. Tetapi yang pasti itu akan terukur karena itu akan dipakai untuk kegiatan-kegiatan yang memang sangat dibutuhkan oleh ekonomi,” ujarnya.
Terkait dengan independensi BI yang dipertanyakan karena terlibat dalam pembelian SBN di pasar perdana, Destry mengatakan BI punya tanggung jawab sebagai backstop atau penyangga dalam kondisi krisis likuiditas.
“Karena kita bicaranya adalah we are in the same country. Kita ada di Indonesia juga. Jadi independensi iya, tetapi tetap saja yang kita hadapi sekarang adalah negara dan bangsa Indonesia. Jadi otomatis BI sebagai suatu lembaga yang ada di negara Indonesia tentunya pasti akan menanggung bersama-sama dengan pemerintah,” ujarnya.
Destry menambahkan hingga kini diskusi dengan pihak pemerintah masih terus berjalan soal seberapa besar beban yang ditanggung BI.
“Tetapi yang pasti akan tercapai suatu hal yang adil. Tetapi tetap saja kita harus menjaga, dalam arti di sini bagaimana kita memberikan confidence kepada para investor juga. Artinya semua itu terukur,” ujarnya.
Ia menjelaskan dalam berbagai beban dengan pemerintah ini, BI akan tetap menjaga kredibilitasnya sebagai otoritas moneter. BI juga akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar agar menarik bagi investor asing.
“Indonesia ini, kita butuh dana, karena dana domestik tidak cukup. Jadi mau enggak mau kita harus bisa membuka negara ini dengan masuknya dana investor asing atau uang kita yang ada di luar bisa masuk ke dalam. Itu akan bisa masuk kalau kita mempunyai stabilitas dan kredibilitas dari ekonomi dan pasar keuangan kita termasuk kebijakan fiskal kita juga. Oleh karna itu dalam menentukan burden sharing dan sebagainya kita memperhatikan juga hal-hal tersebut bagaimana bisa memberikan confidence kepada pasar bahwa apa yang dilakukan ini memang untuk kebaikan Indonesia keseluruhan tetapi juga tidak mengurangi integritas dari lembaga masing-masing,” ujarnya.
Leave a reply
