
Lo Kheng Hong, dari Ikut-ikutan Hingga Jadi Investor Saham Kawakan

Bagi Lo Kheng Hong (berdiri) saat menjadi pembicara pada Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2020, Sabtu (24/10).
Ketika kita membeli saham, katanya, kita harus kenali apa yang dibeli. Dan beli apa yang kita kenali. Kita harus tahu apa yang kita beli. Jangan beli kucing dalam karung.
“Tuhan itu maha pengampun. Tetapi bursa saham tidak kenal belas kasihan. Dia tidak memberi ampun kepada orang yang tidak tahu apa yang dia beli,” ujarnya.
Apa saja yang harus kita ketahui? Pertama adalah jangan pernah membeli saham yang dikelola orang yang tidak jujur dan tidak berintegritas. Di sini good corporate governance (GCG) adalah pertimbangan yang penting sebelum membeli saham sebuah perusahaan.
Kedua, belilah saham perusahaan yang usahanya bagus dan labanya besar. Bagus tidaknya bisa dilihat dari return on equity (RoE). Unilever Indonesia misalnya. Tahun 2019 lalu, ekuitasnya sebesar Rp5,2 triliun dan labanya sebesar Rp7,3 triliun. Artinya, RoE emiten dengan kode saham UNVR itu sebesar 140%.
“Ketika memiliki perusahaan yang untung besar, kita seperti memiliki mesin pencetak uang,” ujarnya.
Ketiga, belilah saham dari perusahaan yang labanya selalu tumbuh tiap tahun. Lo mengambil contoh BRI. Tahun 2015, laba BRI sekitar Rp25,3 triliun. Tahun 2016 dan 2017 laba bersih BRI tumbuh masing-masing menjadi Rp26,19 triliun dan Rp28,99 triliun. Kemudian tahun 2018 dan 2019 masing-masing menjadi Rp32,35 triliun dan Rp34,49 triliun.
Keempat, belilah perusahaan yang valuasnya murah. Saham yang salah harga atau harganya terdiskon. Murah atau mahal tidaknya harga saham bisa dilihat dari rasio Price to Earning (PE) yaitu perbandingan antara laba bersih perusahaan per saham (EPS) dengan harga saham. Makin kecil nilai PE, makin murah sebuah saham.
Lantas saham apa saja yang pernah dibeli Lo Kheng Hong yang dimana ia meraih cuan banyak? Tahun 2016, pria 61 tahun ini pernah membeli saham Indika Energy Tbk (INDY). Saat itu harga batu bara turun tajam sehingga harga INDY jatuh ke level terendah Rp106 per saham. Saat itu, Lo membeli sahamnya dan menjadi pemegang saham terbesar keempat di Indika.
Tahun 2018 harga batu bara kembali naik hingga mencapai sekitar $100 per ton dari sebelumnya pada tahun 2016 $20 per ton. Bersamaan dengan kenaikan harga batu bara ini, Indika juga meraih keuntungan yang besar. Harga sahamnya pun sempat mencapai level tertinggi di Rp4.450 per saham. Dan Lo, menjual saham INDY di sekitar Rp4.000 lebih itu.
“Berinvestasilah di saat semuanya buruk. Kalau situasinya buruk semuanya jadi murah. Beli, simpan dan juallah. Tunggu sampai semuanya bagus dan kita akan dapat keuntungan yang besar, jadi kaya,” ujarnya.
Pada awal 2017, Lo juga membeli saham PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP). Saat itu, harga sahamnya masih Rp1.000 per lembar dan valuasinya murah yaitu memiliki PE 1 kali. Tahun 2018, harga INKP sempat mencapai level Rp20.000.
“Saham Indah Kiat telah memperkaya saya, teman-teman saya yang mengikuti saya dan investor-investor saham yang memilikinya,” ujarya Lo.
Lo mengibaratkan saham dengan valuasi yang murah itu seperti mobil Mercy yang dijual dengan harga Innova atau Avanza. Belilah saham dengan harga jual seperti ini dan menjual kembali pada saat harganya sudah kembali seperti mobil ‘Mercy’. Itulah value investing dalam konsep Lo Kheng Hong. Mobil Mercy yang dijual setara Innova atau Avanza.
Tentang kondisi pasar saham saat pandemi ini, Lo mengatakan ini adalah saat yang tepat untuk membeli. “Belilah saham ketika pandemi, jangan tunggu pandemi usai, karena Anda akan ketinggalan dan harga saham sudah naik tinggi,” ujarnya.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
