Presiden Joko Widodo Resmi Meluncurkan Bursa Karbon Indonesia, Upaya Konkret Indonesia Atasi Krisis Iklim

1
218

Presiden Joko Widodo meresmikan dimulainya perdagangan karbon melalui Bursa Karbon di Indonesia, sebagai salah satu upaya nyata Indonesia mengatasi krisis iklim global.

“Ini adalah kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang bersama dunia melawan krisis iklim, dimana hasil dari perdagangan ini akan direinvestasikan kembali pada upaya menjaga lingkungan khususnya melalui pengurangan emisi karbon,” ujar Presiden dalam arahannya saat peluncuran Bursa Karbon di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (26/9).

Presiden mengatakan Indonesia memiliki peran penting dalam mengatasi krisis iklim global. Indonesia, menurutnya, “memiliki potensi  yang luar biasa dalam natural bases solution dan menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60% pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.”

Karena itu, menurut Presiden, potensi bursa karbon di Indonesia juga sangat besar yaitu mencapai Rp3.000 triliun bahkan lebih.

“Suatu angka yang sangat besar yang tentu ini akan menjadi sebuah kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan sejalan dengan arah dunia yang sedang menuju kepada ekonomi hijau,” ujarnya.

Ancaman perubahan iklim, tambah Presiden sudah nyata, karena sudah dirasakan oleh umat manusia. Karena itu, kata Presiden “ kita tidak boleh main-main terhadap ini.”

Dampak perubahan iklim ini nayata dalam “kenaikan suhu bumi, kekeringan, banjir, polusi”,  sehingga diperlukan langkah-langkah konkret untuk mengatasinya.

Baca Juga :   Kondisi Keuangan Jasindo Sekarat, Ini Upaya yang Dilakukan OJK

“Bursa Karbon yang kita lunucurkan hari ini bisa menjadi sebuah langkah konkret, bisa menjadi sebuah langkah besar untuk Indonesia bisa mencapai target NDC [Nationally Determined Contribution],” ujar Presiden.

Karena itu, Presiden menyampaikan tiga arahan terkait dengan bursa karbon ini. Pertama, jadikan standar karbon internasional sebagai rujukan dan manfaatkan teknologi untuk transaksi sehingga efektif dan efisien.

 Kedua, harus ada target, harus ada time line, untuk pasar dalam negeri dan nantinya pasar internasional.

Ketiga, atur dan fasilitasi pasar kabron sukarela sesuai praktik di komunitas internasional dan pastikan standar internasional tersebut tidak menganggu target NDC Indonesia.

“Saya sangat optimis Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia, asal langkah-langkah konkret tersebut digrap secara konsisten dan bersama-sama oleh seluruh pemangku kepentingan baik oleh pemerintah, oleh swasta, masyarakat dan bersama-sama dengan stakeholder lainnya,” ujar Presiden.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komsioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan Undang-Undang Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Kuangan (P2SK), memperlus kewenangan OJK termasuk dalam pegaturan dan pengawasan perdagangan karbon melalui Bursa Kabron. Melalui kewenangan tersebut OJK diharapkan dapat menyiapkan regulasi terkait Bursa Karbon sekaligus melakukan penyiapan infrastruktur yang dibutuhkan.

Baca Juga :   Temperatur Sektor Jasa Keuangan Menjelang Oktober 2021

Menindaklanjuti amanat tersebut OJK menerbitkan POJK No.14 tahun 2023 tentang perdagangan karbon melalui bursa Karbon dan Surat Edaran OJK No.12/2023  tentang tata cara penyelengaraan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon.

OJK juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meningkatkan koordinasi pelaksaan tugas dan fungsi kedua pihak di bidang keuangan berkelanjutan antara lain mengenai penyelenggaran nilai ekonomi karbon. Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama secara khusus mengenai interaksi dan bagi pakai data antara sistem registri nasional pengendalian perubahan iklim dan bursa karbon untuk mendukung operasional Bursa Karbon yang teratur dan mewujudkan tata kelola satu data emisi gas rumah kaca di Indonesia.

Mahendra mengatakan sebagai tindak lanjut POJK 14 itu, OJK telah memberikn izin usaha kepada PT Bursa Efek Indonesia sebagai penyelenggara Bursa Karbon.

Untuk mendorong suksesnya penyelenggaran perdana perdagangan unit karbon di Indonesia, Mahendra mengungkapkan, dari sub sektor pembangkit tenaga listrik berdasarkan data Kementerian ESDM dan PT PLN, terdapat 99 pembangkit listrik tenaga uap berbasis batubara yang berpotensi ikut perdagangan karbon. Jumlah ini setara dengan 86% dari total PLTU batubara yang beroperasi di Indonesia.

“Harapan kami agar PLTU mulai dapat bertransaksi melalui bursa karbon tahun ini juga,” ujar Mahendra.

Baca Juga :   OJK Perbarui POJK untuk Transaksi Short Selling

Selain dari sub sektor pembangkit tenaga listrik, tambah Mahendara, perdagangan karbon juga akan diramaikan oleh sektor kehutanan, pertanian, limbah migas, industri umum dan yang akan menyusul dari sektor kelautan.

“Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia, karena volume maupun keragaman unit karbon yang akan diperdagangan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia,” ujar Mahendra.

Di awal perdagangan karbon ini, jelas Mahendra, secara bertahap akan dilaksanakan perdagangan dengan memastikan unit karbon yang berkualitas dimulai dari emisi ketenagalistrikan dan sektor kehutanan dari sisi voluntary market.

“Kedepan salah satu instrumen yang juga akan mendukung perkembangan pasar karbon adalah melalui pajak karbon. Implementasi dari pajak baron tetap akan dilakukan pruden,” ujar Mahendra.

Pada hari pertama peluncuran Bursa Kabron ini, terjadi 13 transaksi dengan jumlah volume transaksi sebesar 459.914 tCO2e.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

1 comment

Leave a reply

Iconomics