Indonesia: Reformasi Berlanjut

0
118
Reporter: Dr Masyita Crystallin (Kepala Ekonom Bank DBS Indonesia)

Jokowi memulai periode kedua pemerintahannya pada 20 Oktober dan telah mengumumkan kabinet barunya tak lama setelah itu. Sebanyak 14 menteri dari kabinet lama dipertahankan, 11 di antaranya memegang posisi sama, termasuk Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perhubungan. Ketiganya merupakan wilayah prioritas. Dalam pandangan kami, isu politik akan terbatas karena koalisi pemerintah mengendalikan 74% kursi di parlemen, memungkinkan pelaksanaan reformasi lebih cepat.

Jokowi menegaskan kembali visi dari masa jabatan pertamanya, agar Indonesia meraih status ekonomi maju pada 2045. Pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia, serta reformasi ekonomi dan birokrasi untuk mendukung investasi, menjadi prioritas.

Kami memperkirakan pertumbuhan tetap elastis di seputar potensi pertumbuhan Indonesia, di angka 5,0%, meskipun ada hambatan besar global karena beberapa faktor. Pertama, kami memperkirakan konsumsi tetap tinggi meskipun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 2019. Pertumbuhan konsumsi kuat didukung oleh 270 pemilihan daerah, yang mencakup lebih dari 50% dari total jumlah kabupaten pada 20 September (9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota) dan inflasi relatif jinak.

Baca Juga :   Indonesia-Vietnam Naikkan Target Perdagangan Menjadi US$15 Miliar Tercapai di Tahun 2028

Inflasi diperkirakan meningkat tipis pada 2020 karena pemerintah akan menyesuaikan beberapa harga yang diatur, termasuk tarif listrik non-subsidi, memangkas subsidi LPG dan diesel, dan menaikkan iuran BPJS non-subsidi (asuransi kesehatan). Selain itu, kenaikan cukai rokok sebesar 23% akan berdampak cukup besar pada Indeks Harga Konsumen (IHK) karena porsi rokok dalam IHK (3,1%) setara dengan beras (3,8%).

Kedua, pertumbuhan investasi kemungkinan akan meningkat pada 2020 karena kegelisahan akibat Pemilu mulai berkurang dan prioritas pemerintah baru menjadi lebih jelas. Reformasi dalam beberapa bidang, termasuk undang-undang “sapu jagat” (omnibus law) dan revisi daftar investasi negatif, akan berfungsi sebagai pendorong positif untuk investasi, walau kecil kemungkinan akan berdampak signifikan pada angka-angka untuk 2020. Undang-undang “sapu jagat” akan mencakup beberapa perubahan dalam undang-undang perpajakan, termasuk pajak penghasilan perusahaan, dividen dan pendapatan bunga lebih rendah.

Ruang fiskal akan semakin terbatas karena pemungutan penghasilan mungkin akan terus terhambat oleh aktivitas ekonomi lebih rendah dan harga komoditas lemah. Bahkan, mengingat realisasi anggaran hingga Oktober 2019, fiskal diperkirakan akan melebar menjadi 2,2% dari 1,9% dalam anggaran negara. Defisit fiskal kemungkinan besar akan tetap di atas 2% pada 2020 (vs 1,76% pada tahun anggaran 2020).

Baca Juga :   Wakil Ketua MPR: Sejumlah PR Ini Perlu Segera Dituntaskan Selepas Lebaran 2022

Pertumbuhan pinjaman masih lemah meskipun Bank Indonesia (BI) telah memotong suku bunga acuan sebesar 100bps sepanjang tahun ini. Ada ruang untuk pemangkasan suku bunga sebesar 50bps lagi, yang kemungkinan akan dilaksanakan pada kuartal pertama 2020, karena risiko inflasi dan pelebaran defisit transaksi berjalan lebih tinggi pada akhir tahun ini. Pelonggaran makroprudensial lebih lanjut akan menjadi kunci dalam paruh kedua 2020 untuk mempertahankan momentum pertumbuhan mengingat penurunan suku bunga tidak menjadi pilihan kebijakan karena inflasi mulai meningkat dan defisit transaksi berjalan semakin melebar.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics