Perang Ukraina: Latar Belakang dan Dampaknya (4, Habis)

0
1414

Sevim Dagdelen, anggota parlemen Jerman dari Partai Kiri (Die Linke), pernah mengutip kata-kata Jean Jaures, tokoh Partai Sosialis Prancis pada awal abad ke-20: “Capitalism carries war within it just like clouds carry rain”. Dengan kata lain, sistem ekonomi, politik dan sosial kapitalis adalah sumber perang. Kapitalisme, dalam perkembangan selanjutnya, tak terhindarkan akan menjadi imperialisme. Itulah yang terjadi dengan Rusia dan Tiongkok setelah ekonomi sosialis dihancurkan. Jadi, kalau kita ingin menghilangkan sumber perang, tak ada jalan lain kecuali berjuang melawan dan menghancurkan kapitalisme/imperialisme. Dari situ juga datangnya cita-cita Bung Karno untuk membangun sosialisme ala Indonesia melalui kebijakan berdiri di atas kaki sendiri dalam ekonomi dan politik, dan melawan kaum Nekolim (Neo-Kolonialisme dan Imperialisme). Kaum Nekolim melalui antek dan bonekanya di dalam negeri adalah penghalang utama pembangunan masyarakat adil dan makmur.

Salah satu perbedaan pokok antara sosialisme dan kapitalisme terletak pada tujuan produksi. Dalam sistem sosialis, produksi bertujuan memenuhi kebutuhan rakyat yang terus meningkat. Mencapai keuntungan semaksimum mungkin adalah tujuan produksi dalam kapitalisme. Kaum pemilik modal selalu mencari ruang investasi di mana dapat dikeruk keuntungan sebesar mungkin.

Perang Ukraina menandakan berakhirnya tatanan dunia unipolar yang didominasi Amerika Serikat (AS). Berkembangnya imperialisme Rusia dan Tiongkok membuat dunia semakin sempit untuk dibagi. Akibatnya, kompetisi untuk pengaruh politik yang akan melapangkan jalan penguasaan atas sumber bahan baku dan pasar dunia semakin ketat. Ditambah dengan krisis ekonomi dan finansial yang makin sering terjadi, bahaya perang langsung antar-imperialis jadi meningkat.

Perang Antar-Imperailis, Siapa Untung?
Tidak terlalu sulit menemukan siapa yang paling beruntung dengan perang imperialis. Jaringan berita kabel AS, CNN dalam siaran War is good business: How US weapons makers pro fit in Ukraine pada 22 April 2022, memberitakan harga saham korporasi yang terlibat dalam pembuatan senjata, seperti BAE Systems (Inggris), Boing Co, General Dynamics, Raytheon, Huntington Ingalls Industries, L3Harris, Lockheed Martin, Northop Grumman, Raytheon Technologies melonjak naik. Beberapa di antaranya, mencapai harga tertinggi yang belum pernah tercapai sebelumnya.

Michael O’Hanlon, rekan senior di The Brookings Institution, spesialis dalam masalah pertahanan dan politik luar negeri berkata: I cannot deny  that this kind of conflict can help cer tain company. We should be glad that we have the industrial base capable of producing these stuffs at short notice with such high quality. Yes, war is good business for certain parts of the economy. Gregory Hayes, CEO korporasi Raytheon, tak ragu-ragu menegaskan, we don’t apologize for making these systems, these weapons. The fact is they are incredibly effective in deterring and dealing with the threat Ukraine is seeing today and we expect to benefit from the need to replenish US stock.

pada 29 Maret 2022, CNN juga memberitakan, Ukraina minta dikirimi 500 peluru kendali anti-tank Javelin dan 500 rudal anti-udara Stinger tiap hari. Tak heran kalau seperempat bahkan sepertiga dari persediaan senjata AS sudah dialirkan ke Ukraina. Aliran deras senjata ke Ukraina bisa menguras habis persediaan. Maka Pentagon minta para kontraktor militernya supaya meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Dengan begitu akan terjamin status AS sebagai negara eksportir senjata terbesar di dunia.

War is good business: How US weapons makers profit in Ukraine

Tak aneh kalau AS tidak berkepentingan untuk menghentikan perang di Ukraina. Pengiriman senjata yang tidak lagi bersifat defensif tapi ofensif tak berhenti. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken bahkan terus berusaha supaya permintaan Zelensky dipenuhi untuk No Fly Zone yang dipastikan akan membuat AS/NATO berhadapan langsung dengan Rusia.

Baca Juga :   Kadin Minta Pemerintah Tinjau HS Code yang Terdampak Rencana Kenaikan Bea Masuk

Dampak Perang Ukraina
Ketergantungan Eropa kepada minyak, gas alam dan bahan baku Rusia lainnya merupakan kelemahan yang memukul ekonominya sendiri ketika memberlakukan berbagai macam sanksi kepada Rusia. Hongaria satu-satunya anggota Uni Eropa yang setuju membayar gas dan minyak dengan mata uang Rusia. Rusia sudah menutup keran gas yang mengalir ke Polandia dan Bulgaria. Media massa Barat memberitakan, walaupun sulit tapi kedua negeri itu mampu mengatasi hilangnya pasokan dari Rusia. Sudah tentu para petinggi UE sama sekali tidak memikirkan massa rakyat yang harus menghadapi tidak saja rekening listrik dan gas yang melonjak tinggi tapi juga harga kebutuhan hidup pokok yang tak ketinggalan melejit. Harga solar dan bensin membuat pengguna mobil dan supir taksi mengeluh. Inflasi yang tak terkendalikan akan terus menguras kantong keluarga kelas pekerja, hanya kaum spekulan dan kaum kapitalis monopoli yang pundi-pundinya semakin besar dan tebal.

Ilustrasi AS terus memproduksi senjata selama perang Ukraina/Istimewa

Penderitaan paling berat harus ditanggung oleh rakyat Ukraina. Yang di bagian Barat, di samping penderitaan yang disebabkan oleh terpuruknya ekonomi sejak kemerdekaan Agustus 1991, masih akan menanggung tagihan utang Dana Moneter Internasional (IMF) dan AS serta sekutunya. Ingat, pasokan senjata negara-negara NATO tidaklah gratis. Yang di Timur, penderitaannya menjadi berlipat ganda dengan perang yang dimulai rezim Neo-Nazi Kiev tahun 2014. Pengakuan Rusia terhadap Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk diberikan sangat terlambat. Dibutuhkan pengorbanan 14 ribu nyawa dan kehancuran total ekonomi kedua republik itu untuk datangnya dukungan Rusia.

Rakyat negeri-negeri Dunia Ketiga, yang tanpa perang Ukraina pun sudah hidup sengsara sebagai akibat dari krisis permanen, penyakit kronis sistem setengah jajahan setengah feodal, tak luput dari efek negatif konflik itu. Misalnya, sanksi terhadap Rusia membuat Ekuador kehilangan pasar untuk produk pisang, udang, bunga, ikan dan kopi; Brazil kehilangan pasar untuk kacang kedelai, daging ayam, kopi dan daging sapi; Meksiko untuk mobil, komputer, tequila dan bir; Paraguay untuk daging sapi. Pupuk yang dulu dibeli dari Rusia, tak bisa lagi masuk Meksiko. Kerja sama antara Argentina dan Rusia dalam energi nuklir, terutama di bidang penelitian, konstruksi dan eksploitasi reaktor dan pembangkit tenaga listrik nuklir jadi macet.

Perang tidak saja merenggut nyawa puluhan ribu bahkan ratusan ribu manusia, Kebenaran juga meregang nyawa. Informasi dan disinformasi dari kedua belah pihak membuat mereka, yang tidak begitu paham akan sejarah dan latar belakang konflik, dan tidak mengenal watak imperialisme, sulit mencapai kebenaran.

Baca Juga :   Menko Perekonomian: Tren Pemulihan Ekonomi Diharapkan Berdampak pada UMKM

Meskipun begitu, masih tetap mungkin kebenaran dicapai, asal orang mau menggunakan akal sehat, tidak melupakan sejarah panjang intervensi dan modus operandi imperialisme AS dengan CIA dan NATO sebagai instrumennya untuk mencapai tujuan strategis dan mempertahankan hegemoni, dominasi dan perannya sebagai satu-satunya polisi dunia. Contoh yang masih segar dalam ingatan kita adalah Yugoslavia, Afghanistan, Irak, Libya. Di samping itu, cukup banyak wartawan, sejarawan dan penulis independen dari kubu Barat yang menunjukkan dan membelejeti pemalsuan, pemelintiran atau penyembunyian fakta dalam propaganda AS/NATO/UE.

Mereka yang turut tenggelam dalam histeria anti-Rusia dan demonisasi terhadap Putin seharusnya ingat di mana posisi dan bagaimana sikapnya dalam semua agresi, pembantaian dan penghancuran keempat negeri tersebut. Apakah kebencian mereka terhadap George Bush Senior, G.B. Junior, Bill Clinton setara dengan kebenciannya kepada Putin? Jangan lupa jutaan manusia yang dikorbankan dalam perang di empat negara itu. Apakah karena mereka tak berkulit putih dan bermata biru, maka “patut” dikorbankan?

Apa yang dilakukan imperialis Rusia untuk melindungi kepentingan dan keamanannya merupakan copy/paste dari apa yang selama puluhan tahun dilakukan imperialis AS di seluruh dunia. Ingat kasus pemboman dan lepasnya Kosovo dari Yugoslavia. Menjelaskan dan mengerti latar belakang sejarah serta alasan agresi Rusia tak berarti membenarkannya. Yang paling penting adalah bagaimana mengakhiri perang itu secepat mungkin. Yang jelas aliran deras senjata ofensif dari pihak imperialis AS/NATO merupakan ancaman akan terjadinya eskalasi perang yang melampaui perbatasan Ukraina-Rusia.

Wilayah Ukraina
Kebencian kaum nasionalis-fasis generasi Stepan Bandera terhadap Uni Soviet jelas termanifestasi dalam kolaborasinya dengan Nazi Hitler dan pembantaian jutaan orang-orang Polandia, Yahudi, grup etnik lainnya dan kaum komunis Ukraina selama Perang Dunia II. Kebencian itu diwarisi oleh kaum kanan reaksioner dan Neo-Nazi modern sekarang yang mendapat dukungan finansial dan militer langsung dari AS/NATO dan meningkatkannya menjadi kekuatan bersenjata terbaik di antara negara-negara NATO. Praktik terbaik, mereka dapatkan dari perang selama 8 tahun terhadap Donbass. Ukraina, secara de facto sudah menjadi anggota NATO.

Ironisnya, kalau bukan karena kekuasaan Bolshevik, tak akan ada Ukraina modern dengan wilayah dari Barat termasuk Galisia (yang diperebutkan antara Polandia, Lituania dan Rusia) sampai ke Timur termasuk Donbass yang dalam sejarahnya memiliki hubungan erat dengan Krimea (yang secara historis merupakan wilayah Rusia), karena merupakan bagian dari kerajaan yang sama. Sejarawan Prancis, Xavier Moreau, berkata bahwa Lenin, Stalin dan Kaganovich adalah tokoh-tokoh Bolshevik yang mendorong diciptakannya Ukraina modern.  Pada tahun 1922, Ukraina, Belarus (Bielorussia) dan Rusia mendirikan Uni Soviet.

Dalam pidato 21 Februari 2022, Putin menggunakan fakta sejarah pembentukan Ukraina oleh kaum Bolshevik untuk mengekspresikan ideologi revisionis borjuis anti-komunisnya dengan mengutuk Lenin dan Stalin yang ia tuduh telah menyerahkan wilayah Rusia demi pembentukan  Republik Soviet Sosialis Ukraina. Jelas, Putin menentang kebijakan Lenin dan Stalin yang berjuang memerangi nasionalisme sempit (chauvinisme) Rusia yang berkembang selama kekaisaran Rusia, melalui dukungan kepada bangsa-bangsa terjajah untuk menentukan nasib sendiri.

Perspektif Sosialis
Dihadapkan pada perang antar-imperialis di abad ke-21 ini, bagaimana sikap kaum kiri progresif? Tak dapat diragukan solidaritas dan dukungan internasional harus ditujukan kepada rakyat Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk yang paling menderita serangan dan pembantaian kaum Neo-Nazi dan pemerintah Kiev, boneka AS/ NATO. Tak dapat juga diragukan kutukan paling kuat dan besar harus diarahkan kepada imperialis AS, sumber perang terbesar, musuh utama rakyat terhisap dan tertindas sedunia dan pemerintahan yang membela kedaulatan nasional dan ingin membebaskan dirinya dari tongkat komandonya.

Baca Juga :   Pertumbuhan DKI Tumbuh di Kuartal II/2021 Ditopang oleh Beberapa Sektor, Apa Saja?

Kita tahu kaum Neo-Nazi bukanlah merupakan mayoritas rakyat di Ukraina bagian Barat. Pengaruh ideologi dan politiknya di pemerintahan menjadi besar dan kuat berkat dukungan NATO/AS dan sekutunya. Menurut beberapa sumber di Ukraina bagian Barat terdapat kekuatan kiri pro-sosialis yang berjuang melawan pemerintah Kiev Neo-azi dan juga agresi Rusia. Inilah salah satu isu perdebatan di kalangan kaum kiri progresif. Bagaimana menghadapi dua kekuatan imperialis yang sedang bertarung?

Kita ingat keadaan dan pengalaman PD I, perang antar-imperialis abad ke-20, Lenin mengajukan teori yang diwujudkan melalui pengorganisasian dan mobilisasi rakyat Rusia untuk mengubah perang dunia menjadi perang dalam negeri melawan Kekaisaran Tsar guna membentuk pemerintahan buruh dan tani dan membangun sosialisme. Sangat penting bagi kekuatan progresif menggunakan kontradiksi antar-imperialis guna memajukan gerakan rakyat.

Seorang wanita di Mariupol, Ukraina membawa potret prajurit yang gugur dalam Perang Patriotik Raya Membela Tanah Air melawan agresi Nazi Jerman di PD II/Istimewa

Akar dari rasisme dan nasionalisme sempit atau chauvinisme terdapat pada sistem yang berdasarkan pada penghisapan dan penindasan alias kapitalisme. Sistem inilah yang melahirkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, korupsi, penjarahan sumber alam, pengangguran, kesengsaraan dan kerusakan lingkungan. Keterpurukan ekonomi Ukraina yang menyebabkan jatuhnya secara drastis tingkat hidup massa rakyat setelah bubarnya Uni Soviet adalah sumber daya tarik ideologi Neo-Nazi bagi kaum pemuda yang mayoritas penganggur dan tak melihat alternatif lain dan hari depan.

Internasionalisme proletar adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi kebencian antar-ras, antar-suku bangsa yang sengaja dikobarkan oleh kaum imperialis serta antek-antek lokalnya. Tiap tanggal 9 Mei, kita tidak saja mengenang pengorbanan besar 27 juta rakyat Uni Soviet dalam mengusir fasisme Jerman, tapi juga mengingat bahwa kemenangan itu merupakan hasil dan bukti keunggulan sosialisme. Bukan Prancis, Inggris atau AS yang mengalahkan fasisme Jerman. Harus diingat front kedua di Barat baru dimulai oleh Sekutu musim panas 1944, ketika kemenanganan Uni Soviet sudah tak dapat diragukan lagi. Di bawah pimpinan Partai Komunis dan Stalin, kesalahan dan kelemahan berhasil diatasi dan kemenangan dicapai.

Rakyat Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk mempunyai kesempatan sekarang untuk tidak saja memelihara semua monumen yang berhubungan dengan Uni Soviet sosialis, tapi terutama dengan berdikari membangun kembali sistem ekonomi, politik dan sosial yang menjamin kesetaraan, keadilan serta nilai-nilai moral dan etik sosialis. Integrasi ke dalam Uni Eropa kapitalis hanya akan menjadikan Ukraina sumber tenaga kerja murah, pasar bagi produk UE dan sumber bahan baku. []

Tatiana Lukman

Penulis adalah Esais Politik dan Penulis Buku yang tinggal di Belanda

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics