Agar PDB Indonesia Bisa Mencapai US$3 Triliun di 2030, Ini Pesan Presiden Jokowi Kepada Penggantinya

0
1036

Presiden Joko Widodo meramalkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2030 mendatang bisa mencapai US$3 triliun dan PDP per kapita mencapai US$10.000. Bila hal itu tercapai, maka selangkah lagi Indonesia masuk dalam jajaran negara dengan pendapatan tinggi (high income) yaitu kelompok negara dengan pendapata per kapita lebih dari US$12.535.

Tahun 2021, mengutip data Bank Dunia nilai PDB Indonesia mencapai US$1,19 triliun. Sementara, nilai PDB per kapita Indonesia sekitar US$4.356,56 atau masuk dalam kategori negara upper middle income (US$4.046-US$12.535).

Presiden mengatakan kunci sukses Indonesia bisa mendongkrak nilai perekonomiaannya adalah konsisten melakukan industrialisasi melalui hilirisasi atau peningkatan nilai tambah sumber daya alam terutama pertambangan di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga harus terus melakukan digitalisasi terhadap UMKM yang merupakan kontributor 61% PDB Indoneisa.

“Kalau ini terus konsisten kita lakukan, saya meyakini bahwa GDP kita di 2030 itu sudah di atas US$3 triliun. Saya yakin. Insyaallah itu tembus angka US$3 triliun,” ujar Presiden Joko Widodo saat membuka sarasehan 100 ekonom yang digelar INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (7/9).

Baca Juga :   Respons Presiden Jokowi Pasca Pengumuman Hasil Pilpres oleh KPU

Selain itu, tambah Presiden, berdasarkan hitung-hitungannya, nilai PDB per kapita Indonesia pada tahun 2030 bisa mencapai US$10.000.

Konsistensi untuk melakukan industrialisasi melalui hilirisasi sumber daya alam (SDM) terutama sektor pertambangan, serta digitalisasi UMKM, tambah Presiden, harus juga dilakukan oleh peggantinya kelak, sehingga proyeksi PDB US$3 triliun dan PDB per kapita US$10.000 dapat tercapai.

“Kalau kita konsisten seperti ini dan pemimpin yang akan datang juga konsisten seperti ini,” ujarnya.

Indonesia, tambah Jokowi, tak perlu takut larangan ekspor mineral, seperti nikel, dibawa ke World Trade Organization (WTO). Kalaupun Indonesia kalah di forum WTO, tambah Jokowi, Indonesia sudah membangun industrinya di dalam negeri.

“Kenapa kita harus takut dibawa ke WTO? Kalah enggak apa-apa. Syukur bisa menang. Tetapi kalah pun enggak apa-apa. Industrinya sudah jadi dulu,” ujarnya.

Presiden mengatakan larangan ekspor mineral mentah, merupakan upaya Indonesia untuk memperbaiki tata kelola pertambangan di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.

“Saya berikan contoh Freeport. Saya kemarin baru cerita dengan Bu Menkeu juga. Berapa sih kita dapat dari sana? 62% hanya untuk Freeport-nya. Itu dari dividen, dari royalti, dari pajak semuanya 62%. Tetapi kalau ditambah mitra-mitranya bisa berada di angka 70% kita dapat dari pendapatan yang dimiliki oleh Freeprot,” ujar Presiden.

Baca Juga :   Selesaikan 2 Proyek Rumah Sakit, PTPP Dapat Pujian Jokowi

Hilirisasi mineral, menurut Jokowi, juga telah meningkatkan nilai ekspor Indonesia. Nilai ekspor nikel, misalnya, 6-7 tahun yang lalu, baru US$1,1 miliar. Tahun 2021, nilai ekspor nikel Indonesia sudah mencapai US$20,9 miliar.

Berkaca dari kesuksesan hilirisasi nikel ini, Presiden mengatakan pemerintah akan terus memperluas cakupan komoditas yang harus ditingkatkan nilai tambahnya di dalam negeri sebelum diekspor. Karena itu, ekspor komoditas dalam bentuk mentahan (raw material) akan distop.

“Tahun ini mungkin stop timah, tahun depan stop bauksit, tahun depannya lagi stop copper (tembaga), ya, karena hasilnya kelihatan. Ini sering saya ulang. Contoh nikel, 7 tahun yang lalu, 6 tahun yang lalu, ekspor kita kira-kira hanya US$1,1 miliar, 2021 mencapai U$20,9 miliar. Nilai tambah, lompatannya 19 kali,” ujar Presiden.

Halaman Berikutnya
1 2

Leave a reply

Iconomics