
Jika Penelitian Sudah Lengkap, Komisi III Pertimbangkan Ganja untuk Medis

Wakil Ketua Komisi III Desmon J. Mahesa/Dokumentasi DPR
Komisi III DPR mendengarkan aspirasi Santi Wirastuti, Singgih Tomi Gumilang dan Yayasan Sativa Nusantara terkait dengan penggunaan tanaman ganja untuk kebutuhan medis. Penyerapan aspirasi itu dinilai penting sebagai masukan dalam merevisi Undang-Undang (UU) tentang Narkotika yang saat ini masih menempatkan ganja sebagai golongan I narkotika.
Wakil Ketua Komisi III Desmon J. Mahesa menuturkan, selain memperbolehkan penggunaan tanaman ganja untuk Kesehatan, penyerapan aspirasi tersebut, juga mengatur ketentuan soal badan yang berwenang secara khusus mengkaji penggolongan narkotika.
“Komisi III akan mempertimbangkan masukan tersebut untuk di dalam proses pembahasan RUU tentang Narkotika baik dari perspektif kesehatan, pengawasan dan penegakan hukum bersama dengan pemerintah,” ujar Desmon seperti dikutip situs resmi DPR beberapa waktu lalu.
Menurut Desmond, bila hasil kajian, penelitian dan berbagai masukan yang lebih menyeluruh serta mendapat persetujuan, maka Komisi III akan mempertimbangan untuk menyarankan pemerintah mengeluarkan tanaman ganja dari daftar narkotika golongan I. Dengan kata lain, penggolongan tanaman ganja harus disesuaikan secara lebih tepat.
“(Dan tentu saja) sesuai dengan mekanisme ketentuan perundang-undangan,” katanya.
Salah satu jurnal berjudul Label accuracy of unregulated cannabidiol (CBD) products: measured concentration vs. label claim yang diterbitkan National Center for Biotechnology Information di Amerika Serikat (AS) menyebutkan bahwa Cannabidiol (CBD) bermanfaat untuk penyakit alzheimer, sklerosis lateral amiotrofik (ALS), HIV-AIDS, Crohn, epilepsi dan kejang, glaucoma dan lain sebagainya. Dengan kombinasi tetrahydrocannabinol (THC) telah disetujui di beberapa negara Eropa telah menerima persetujuan peraturan di beberapa negara Eropa dan juga sedang diuji coba semacam BPOM di AS.
Akan tetapi, kesimpulan penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlunya aturan tambahan untuk mengatur keberadaan ganja sebagai obat medis. Soalnya, peredaran ganja sebagai obat atau CBD jika tidak diatur tetap berisiko karena bertrabrakan dengan obat medis lainnya. Juga tidak akan bermanfaat apabila dosisnya tidak sesuai dengan anjuran dokter.
Kontroversi ganja sebagai tumbuhan untuk medis dan menjadi bagian dari narkotika memang terjadi di seluruh dunia. Puncaknya terjadi pada 2020 ketika PBB memutuskan lewat voting mencabut ganja sebagai narkotika.
Komisi PBB untuk Obat-obatan Narkotika (CND) yang terdiri atas 53 negara anggota melakukan voting dengan 27 suara menyetujui ganja dikeluarkan dari jenis narkotika, 25 negara menentangnya dan 1 negara abstain. Lebih dari 60 tahun, ganja ditetapkan sebagai narkotika sehingga peredarannya pun dikontrol secara ketat dan tidak disarankan untuk tujuan medis.
Dengan hasil itu, maka tiap-tiap negara diperkenankan untuk mengkaji secara ilmiah manfaat ganja untuk kepentingan medis. Saat yang bersamaan, keputusan itu juga tetap melarang ganja digunakan untuk kepentingan non-medis.
Sementara di Indonesia ganja untuk kepentingan medis mulai lagi menjadi wacana setelah beredar foto seorang ibu bersama suami dan anaknya yang membutuhkan ganja medis untuk pengobatan di media sosial. Foto tersebut dibagikan oleh penyanyi jazz Andien Aisyah melalui laman media sosial Twitter miliknya @andienaisyah pada Minggu (26/6) lalu. Dalam kesempatan itu, Andien menghampiri ibu dan anak tersebut yang membawa poster dengan tulisan “tolong anakku butuh ganja medis”.
“Tadi di CFD, ketemu seorang Ibu yang lagi bareng anaknya (sepertinya ABK) bawa poster yang menurutku berani banget. Pas aku deketin beliau nangis,” tulis Andien.
Andien juga menjelaskan, ibu itu bernama Santi yang memiliki anak dengan penyakit cerebral palsy, sehingga membutuhkan pengobatan melalui ganja medis. “Ternyata namanya Ibu Santi. Anaknya, Pika, mengidap cerebral palsy. Kondisi kelainan otak yang sulit diobati, dan treatment yang paling efektif pake terapi minyak biji ganja/CBD oil,” tulisnya.
Leave a reply
