Komisi XI DPR Dukung Kebijakan Menkeu soal DBH Sawit

0
142
Reporter: Rommy Yudhistira

Komisi XI DPR mendukung kebijakan dana bagi hasil (DBH) sawit yang terdapat dalam Undang-Undang APBN 2023 yang mencapai Rp 3,4 triliun. DBH ini disebut berasal dari dana pungutan ekspor (PE) dan be keluar (BK).

“Besaran porsi sawit DBH minimal 4% dan ditingkatkan sesuai dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara,” kata Ketua Komisi XI Kahar Muzakir Kahar setelah mendengarkan penjelasan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengenai konsultasi pemenuhan Pasal 123 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4).

Kahar menuturkan, formula pembagian dengan asumsi DBH sebesar 4% itu, maka untuk tingkat provinsi sebesar 20%, kabupaten/kota 60%, dan kabupaten/kota berbatasan 20%. Pemerintah juga akan menerapkan batas minimum alokasi per daerah untuk tahun anggaran 2023 sebesar Rp 1 miliar per daerah.

“DBH minimal 4% dengan perhitungan proporsi provinsi 20% X 4%= 0,8%. Proporsi kabupaten/kota penghasil 60% X 4% = 2,4%. Proporsi kabupaten/kota berbatasan 20% X 4% = 0,8%,” ujar Kahar.

Baca Juga :   KSSK: Tekanan Jual Investor Asing di Pasar Modal Sudah Berkurang

Selain itu, kata Kahar, terdapat 2 dasar perhitungan untuk alokasi per daerah. Pertama alokasi formula yakni luas lahan dan tingkat produktivitas lahan. Kedua, alokasi kinerja yang meliputi perubahan tingkat kemiskinan dan rencana aksi daerah (RAD) kelapa sawit berkelanjutan.

Soal sumber data yang digunakan, kata Kahar, untuk luas lahan per level kabupaten/kota pada 2021 menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS); data produktivitas 2021 yang terdiri atas produksi crude palm oil per hektare, menggunakan data milik Kementerian Dalam Negeri; data persentase penduduk miskin, menggunakan data BPS untuk alokasi kinerja; sedangkan data RAD kelapa sawit berkelanjutan, memakai data Kementerian Koordinator Perekonomian untuk alokasi kinerja.

“Jumlah daerah 350 daerah terdiri atas daerah penghasil, daerah berbatasan dengan daerah penghasil, dan provinsi. Termasuk 4 daerah otonomi baru di Papua,” kata Kahar.

Dari sisi penggunaan, kata Kahar, DBH sawit dimanfaatkan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan kegiatan strategis yang ditetapkan Menkeu. Alokasi DBH sawit juga tidak mengurangi alokasi pembangunan daerah yang melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik dan/atau program infrastruktur lainnya.

Baca Juga :   Menko: Kelapa Sawit Komoditas Strategis dan Penting Ikuti Prinsip Berkelanjutan

Menurut Kahar, penyaluran DBH sawit juga akan dilakukan melalui 2 tahapan dalam satu tahun yaitu pada periode Mei 2023 sebesar 50% dan Oktober 50%. Syarat salur yang diberlakukan yaitu melalui rencana kegiatan dan laporan realisasi.

“Alokasi minimum DBH sawit, di dalam PP DBH sawit akan diatur bahwa pemerintah dapat menetapkan alokasi minimum DBH sawit. Untuk 2024 dan selanjutnya, nilai minimal alokasi DBH sawit diusulkan sebesar Rp 3 triliun,” kata Kahar.

Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan segera menyelesaikan peraturan pemerintah (PP) mengenai DBH sawit, sehingga dapat segera disosialisasikan kepada pemerintah daerah. Soal itu, Komisi XI akan dilibatkan dalam hal mensosialisasikan program DBH sawit.

“Jadi kami akan segera menyelesaikan PP ini. Kalau bisa selesai pada bulan April atau awal Mei, PMK, serta edukasinya sama sosialisasinya sudah bisa dijalankan kita juga bisa sesegera mungkin melakukan pembayaran tahap pertamanya,” kata Sri Mulyani.

 

Leave a reply

Iconomics