Bos BRI: Konsumsi Domestik Belum Sepenuhnya Pulih

0
22

Kebijakan tarif pemerintah Amerika Serikat yang diikuti langkah retaliasi dari Tiongkok diperkirakan akan menekan perdagangan internasional dan pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Bank Indonesia baru-baru ini memproyeksikan akibat kebijakan tarif dan tindakan retaliasi itu, perekonomian global pada tahun ini tumbuh lebih rendah. Demikian juga pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam kondisi global yang penuh ketegangan, konsumsi domestik menjadi andalan penopang pertumbuhan.

“Namun, demikian konsumsi domestik masih belum pulih sepenuhnya, kalau kita bandingkan dengan kondisi sebelum terjadinya pandemi Covid-19 beberapa tahun yang lalu,” ujar Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Hery Gunardi dalam konferensi pers, Rabu (30/4).

Belum pulihnya konsumsi domestik ini, menurut Hery, “menjadi tantangan bagi sektor UMKM yang sangat bergantung pada daya beli masyarakat.”

“Dalam kondisi tersebut BRI terus memperkuat perannya sebagai bank yang pro rakyat dengan tetap fokus menumbuhkembangkan dan memperdayakan usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM di Indonesia sebagai upaya nyata dalam mendukung pertumbuhan dan ketahanan ekonomi Indonesia,” ujar mantan Direktur Utama Bank Syariah Indonesia ini.

Baca Juga :   Bank Syariah Indonesia Adopsi Bionic Banking, Apa Itu?

Hery mengatakan kebijakan tarif pemerintah Amerika Serikat serta masalah geopolitik akan menekan aktivitas perdagangan internasional dan rantai pasok. 

“BRI memperkirakan akan ada dampak jangka pendek akibat kebijakan tarif baru, namun saat ini sedang berlangsung negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat yang diharapkan menghasilkan kesepakatan yang lebih baik lagi,” ujarnya.

Mesi demikian, Hery mengatakan, ekonomi Indonesia termasuk bisnis BRI lebih banyak bergantung pada konsumsi domestik. Karena itu, menurut dia, selain depresiasi mata uang yang terjadi, perang tarif diproyeksikan tidak berdampak terlalu signifikan untuk bisnis BRI maupun untuk Indonesia.

Fundamental ekonomi Indonesia, menurut dia, masih resilien, antara lain tercermin dari cadangan devisa yang memadai dimana tercatat naik dari US$155,7 miliar pada akhir Desember 2024 menjadi US$157,1 miliar pada akhir Maret 2025.

Di samping itu, meski belum sepenuhnya pulih, menurut dia, konsumsi domestik yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat masih tumbuh positif.

Leave a reply

Iconomics