
Ekuitas Negatif dan Gagal Bayar, Jiwasraya Disebut Hadapi Masalah Fundamental

Tangkapan layar YouTube, Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Asuransi Jiwasraya (Persero) R. Mahelan Prabantarikso/Iconomics
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) disebut mengalami masalah fundamental yang salah satunya terkait dengan solvabilitas dan likuiditas sejak 2006. Situasi ini seharunya diselesaikan dengan penyertaan modal negara (PMN), bukan dengan menjual produk yang menggunakan skema ponzi.
Menurut Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Asuransi Jiwasraya (Persero) R. Mahelan Prabantarikso, mekanisme ponzi itu menawarkan suku bunga yang tinggi yang akhirnya menyulitkan Jiwasraya dalam membayar manfaat dan polis yang jatuh tempo. Investasi demikian tata kelolanya lemah, tidak transparan, kehati-hatiannya kurang, tidak tanggung jawab dan tidak adil.
“Juga tidak independen sehingga akan menimbulkan tekanan likuiditas karena produk JS Saving Plan dan kepercayaan masyarakat menurun. Apalagi tidak cukup untuk membayar manfaat bersih seperti yang dijanjikan yaitu 9% hingga 14%. Ini kita harapkan tidak lagi terulang,” kata Mahelan dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.
Tentang PMN karena tekanan solvabilitas dan likuiditas itu, merujuk kepada data audit investigasi kerugian negara dalam kasus Jiwasraya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada posisi 31 Desember 2008 disebut terdapat kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis senilai Rp 6,7 triliun.
Menteri BUMN pada waktu itu lantas mengusulkan upaya penyehatan kepada menteri keuangan dengan penambahan modal sekitar Rp 6 triliun obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) dan kas untuk mencapai tingkat solvabilitas minimum (RBC) 120%. “Namun usulan tersebut tidak terlaksana,” tulis salinan dokumen audit BPK. Dengan kata lain, pengajuan PMN telah dilakukan tapi tidak mendapat persetujuan dari menteri keuangan.
Mahelan mengatakan, ekuitas Jiwasraya hingga akhir 2020 berada dalam posisi negatif. Delay payment pada periode itu disebut mencapai Rp 20 triliun. Angka ini sebagain besar berada di produk JS Saving Plan.
“Posisi RBC kita pada periode itu -993 dari yang seharusnya tidak lebih dari 120% sebagaimana yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aset kita juga terus menurun dan ekuitas selalu negatif dari tahun ke tahun,” kata Mahelan.
Karena itu, kata Mahelan, restrukturisasi menjadi solusi yang dinilai terbaik untuk saat ini dalam mengatasi masalah Jiwasraya. Yang dilakukan ada bail in dengan mendirikan sebuah perusahaan induk yang dikenal sebagai IFG. Salah satu anaknya adalah IFG Life. Negara akan memberikan PMN sekitar Rp 22 trilun dan dari induknya sekitar Rp 4,7 triliun.
“Ditambah dari Jiwasraya sekitar Rp 12 triliun. Polis yang sudah direstrukturisasi ditransfer ke IFG Life. Posisinya terus bergerak meski masih ada yang konfirmasina negatif,” kata Mahelan.
Leave a reply
