Kadin Antispiasi Perluasan Objek CBAM Uni Eropa ke CPO

0
1485

Penerpana Carbon Border Tax Uni Eropa melalui skema Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), pada tahap awal memang tidak terlalu berpengaruh pada ekspor Indonesia.

Namun, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) khawatir akan ada perluasan komoditas yang dikenakan pajak karbon untuk produk beremsi karbon tinggi ke benua biru tersebut.

CBAM adalah pengenaan biaya pada barang-barang yang mengandung karbon yang masuk ke pasar Uni Eropa mulai 2026. Pada tahap awal, barang-barang yang dikenakan adalah besi, baja, aluminum, semen, barang elektronik dan pupuk. Mulai tahun 2023, negara yang mengimpor barang-barang tersebut ke negara-negara Uni Eropa wajib melaporkan produksi emisi karbon dan akan dikenakan tarif mulai 2026.

Ketua Umum Kadin, Arsjad Rasjid mengatakan implikasi CBAM untuk Indonesia pada tahap awal “memang minim pengaruh” karena kontribusi ekspor Indonesia ke Uni Eropa untuk besi, aluminium, semen relatif kecil yaitu kurang lebih 0,1%.

Namun, Arsjad mengatakan Kadin mengantisipasi adanya perluasan kebijakan CBAM ini ke produk CPO, minyak dari tanaman dan hewan yang berkontribusi signifikan dalam ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

Baca Juga :   Mandiri Sekuritas Mendonasikan Rp200 Juta untuk Rumah Oksigen Gotong Royong

“Jadi memang kita harus siap dan menyiapkan diri atas hal tersebut,” ujar Arsjad dalam webinar ‘Peluang Penerapan Carbon Pricing di Indonesia dan Tantangan Bumi Kita’ yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Senin (20/9).

Karena itu, menurutnya, penurunan emisi Gas Rumah Kaca (KRG) atau emisi CO2 perlu didorong untuk mempertahankan daya saing Indonesia di pasar global, termasuk ke pasar Uni Eropa yang menerapkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM). Ia mengatakan pada 2016-2020, kontribusi ekspor non migas Indonesia ke 27 negara Uni Eropa berada di atas US$127,4 miliar atau 17% dari total ekpsor.

“CBAM Uni Eropa bertujuan untuk mencegah pelaku bisnis Uni Eropa memindahkan produksi ke negara yang memiliki regulasi perubahan iklim yang tidak ketat, mendorong gerakan global menuju emisi karbon net zero pada tahun 2050,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics