
Likuiditas Melimpah, Suku Bunga Menurun, Tetapi Penyaluran Kredit Tetap Rendah

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo/iconomics
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan sejalan dengan kebijakan moneter dan makro prudensial akomodatif yang ditempuh Bank Indoneisa, kondisi likuditas perbankan saat ini tetap longgar bahkan melimpah.
Hingga 15 Desember 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas atau Quantitative Easing di perbankan sekitar Rp694,9 triliun terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minumum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp524,1 triliun.
Longgarnya kondisi likuiditas, mendorong tingginya rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga atau AL/DPK di perbankan yaitu mencapai 31,52% pada November 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga pasar uang antar bank atau PUAB over night sekitar 3,2% pada November 2020.
Longgarnya likuiditas serta penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang sudah dilakukan Bank Indonesia hingga pada level 3,75%, berkontribusi pada menurunanya suku bunga deposito dan kredit modal kerja dari 4,93% dan 9,38% pada Oktober 2020 menjadi 4,74% dan 9,32% pada November 2020.
“Meskipun demikian Bank Indonesia memandang bahwa penuruan suku bunga kredit perbankan berjalan lambat. Penurunan suku bunga kredit diperkirakan akan berlanjut dengan longgarnya likuiditas dan rendahnya suku bunga kebijakan Bank Indonesia,” ujar Perry dalam paparan hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia bulan Desember, Kamis (17/12).
Di pasar keuangan imbal hasil SBN 10 tahun turun dari 6,16% pada akhir November 2020 menjadi 6,07% pada 16 Desember 2020.
“Ke depan ekspansi moneter Bank Indonesia dan percepatan realisasi anggaran serta program restrukturisasi kredit perbankan diharapakan dapat mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional,” ujar Perry.
Menurut Bank Indonesia, ketahanan sistem keuangan saat ini tetap terjaga meskipun risiko dari berlanjutnya dampak Covid-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. Rasio kecukupan Modal (CAR) perbankan pada Oktober 2020 tetap tinggi yaitu mencapai 23,7%. Dan rasio kredit bermasalah (NPL) tetap rendah yaitu 3,15% secara bruto dan 1,03% secara neto.
“Namun demikian fungsi intermediasi dari sektor perbankan masih lemah. Tercermin dari pertumbuhan kredit pada November 2020 yang masih terkontraski 1,39% YoY, sementara DPK perbankan tumbuh relatif tinggi yaitu 11,55% YoY,”ujar Perry.
Bank Indonesia memandang bahwa rendahnya pertumbuhan kredit lebih disebabkan oleh sisi permintaan dari dunia usaha disamping karena persepsi risiko dari sisi penawaran oleh perbankan.
“Pertumbuhan kredit berpotensi akan meningkat pada sektor-sektor industri makanan dan minuman, industri logam dasar, industri kulit dan alas kaki, disamping sejumah sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan ekspor,”ujarnya.
Kinerja korporasi pada sektor-sektor tersebut serta pada UMKM juga menunjukkan perbaikan tercermin pada peningkatan indikator penjualan dan kemampuan bayar di dunia usaha. “Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan makro prudensial akomdatif serta memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan dengan pemerintah, KSSK, perbankan dan dunia usaha untuk mengatasi sisi permintaan dan penawara dalam penyaluran kredit dan pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sekor-sektor prioritas,” ujar Perry.
Leave a reply
