
Pengamat Prediksi Harga CPO Tahun Depan Terkoreksi, Tetapi Masih Menguntungkan

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF ), Tauhid Ahmad (kanan) dan Dendi Ramdani, Vice President for Industry and Regional Research, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (kiri)
Harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah pada tahun 2023 diperkirakan mengalami koreksi dibandingkan pada tahun ini. Namun, pengamat menilai penurunan harga CPO ini tidak begitu signifikan dan masih dalam level yang menguntungkan bagi para pelaku usaha.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF ), Tauhid Ahmad mengatakan koreksi harga CPO pada tahun depan terjadi karena permintaan yang memang turun akibat menurunnya aktivitas perekonomian.
“Angkanya saya belum berani, harus kalkulasi ulang, trennya turun dibandingkan tahun ini. Sebenarnya, karena market-nya juga turun, volume perdagangan dunia turun di banyak sektor karena penurunan permintaan dari negara mitra dagang kita,” ujar Tauhid di sela-selaIndonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2022 di Nusa Dua, Bali, Kamis (3/11).
Prediksi senada juga disampaikan oleh Dendi Ramdani, Vice President for Industry and Regional Research, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Menurut Dendi, secara umum harga komoditas ke depan memang akan mengalami koreski.
Menurut Dendi, ada tiga penyebab koreksi harga komoditas kedepan. Pertama, karena harga saat ini sebenarnya overshoot akibat kepanikan ketika terjadi perang. Kedua, imbas pengetatan moneter, baik tapering maupun kenaikan suku bunga. Pengetatan moneter ini secar teori pasti akan mengoreksi harga karena likuiditas akan berkurang. Faktor ketiga adalah ekspektasi resesi global yang akan terjadi pada tahun depan.
Menurut Dendi, kombinasi ketiga faktor itu akan membuat harga komoditas termasuk CPO akan turun. “Namun, demikian proyeksi kami walaupun turun, levelnya masih relatif tinggi karena support dari uncertainty faktor perang ini. Kita melihat perang ini kayaknya memang akan berlangsung lama,” ujarnya merujuk perang antara Rusia dan Ukraina yang terjadi sejak Februari 2022.
Bank Mandiri, ungkap Dendi, memproyeksikan harga CPO pada tahun depan berada pada level US$891 per ton untuk harga FOB Malaysia.
“Saya pikir harga di atas US$800 itu masih profitable,” ujarnya.
Menurut Dendi, riset Bank Mandiri sebelum pandemi mengungkapkan bahwa Break Even Point (BEP) untuk perkebunan besar berada di level US$500 per ton. Sementara untuk perkebunan menengah kecil di level US$600 per ton.
“Oleh karena itu, kalau harga US$800 masih bagus itu. Jadi, kita enggak ada kekhawatiran harga akan jatuh di tahun depan karena kalau pun terkoreksi masih relatif bagus. So far, tahun depan masih menariklah untuk sektor CPO ini,” ujarnya.
Leave a reply
