
Penghentian Ekspor CPO Disebut Akan Memberi Beberapa Dampak, Apa Saja?

Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana BPDPKS Kabul Wijayanto/Iconomics
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menilai perlu adanya kesiapan dari sektor hilir untuk menyerap crude palm oil (CPO) sebelum menerapkan kebijakan pemberhentian ekspor. Juga penting untuk memikirkan apakah pangsa pasar ekspor CPO Indonesia selama ini akan diambil alih oleh negara kompetitor.
“Nanti bisa jadi yang kita kurangi pasar kita bisa menjadi diambil alih oleh kompetitor kita Malaysia dan sebagainya,” kata Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana BPDPKS Kabul Wijayanto dalam webinar yang digelar The Iconomics, Kamis (18/11).
Pengaruh lainnya apabila ekspor CPO dilakukan, kata Kabul, akan terjadi pada resistensi yang berkaitan dengan importir yang selama ini diberikan oleh Indonesia. Karena itu, kebijakan untuk menghentikan ekspor CPO perku diwaspadai dan dipertimbangkan kembali.
“Tapi secara umum, bahwa apa yang disampaikan semakin memperkuat, dari konteks BPDPKS sekali lagi pendapatan tarif CPO yang tinggi akan mengurangi tetapi dampak yang lain akan memberikan dampak kebaikan untuk hilirisasi itu semua,” ujar Kabul.
Berdasarkan data yang BPDPKS, ekspor CPO Indonesia sepanjang 2015 hingga 2020 mencapai 6 juta ton hingga 7 juta ton. Produk tertinggi dihasilkan dari refined yang memiliki porsi pertama terbesar, kemudian lauric, dan yang terakhir biodiesel.
“Tentunya yang menjadi pekerjaan rumah kita yang menjadi utamanya adalah ketika nanti ekspor CPO kita nanti memang akan menurunkan, karena di kisaran 6-7 juta metrik ton (MT),” kata Kabul.
Selain pengaruh yang sudah disebutkan, menurut Kabul, penghentian ekspor CPO juga akan berdampak pada industri yang bersinggungan langsung dengan sektor tersebut. Apalagi saat ini tanpa adanya kebijakan penghentian ekspor, secara alami CPO ini masih di bawah.
“Jadi terkait dengan demand di sana pasti sehingga pemunahan ekspor ada di situ,” katanya.
Leave a reply
