Perbedaan Serikat Buruh, Pengusaha dan Pemerintah Dalam Hal RUU Cipta Kerja

0
571
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkritik rumusan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai akan menghabisi nyawa buruh. Di dalam RUU itu terdapat beberapa poin yang membuat buruh justru mundur ke belakang.

Dikatakan Iqbal, serikat buruh tidak diikutsertakan merancang RUU Cipta Kerja meski pemerintah saat ini mengajak buruh untuk bergabung menuangkan aspirasinya. Namun, umumnya serikat buruh menolak karena draf RUU Cipta Kerja suda di DPR sehingga peran serikat buruh tampaknya tidak diperlukan.

“Kita dilibatkan, tapi kan UU sudah masuk DPR, lha ini malah baru dibikin tim. Makanya kami semua menolak ikut tim tersebut. Lagian kami ngapain masuk di situ kalau draf UU sudah di tangan DPR,” kata Iqbal di acara “Omnibus Law Percepatan Ekonomi” di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (24/2).

Soal itu, Ketua Satgas Omnibus Law sekaligus Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani menyayangkan respons KSPI itu. Menurut Rosan, meski draf RUU itu sudah di DPR tidak berarti itu tidak bisa dikritik dan diperbaiki. Justru, saat ini momentum bagi para buruh memberikan aspirasinya melalui tim-tim yang nanti akan dibentuk.

Baca Juga :   Pemerintah Utus 3 Orang Ini Bernegosiasi dengan AS soal Tarif Resiprokal

“Saya sangat mengerti keadaan buruh, kami dengarkan semua masukan-masukannya. RUU Omnibus Law yang sudah di DPR ini tidak serta merta langsung disahkan. Namun akan disortir dan memperhatikan masukan dari semua pihak, baik buruh maupun pengusaha,” kata Rosan.

Lebih jauh Rosan mengatakan, pengusaha dan buruh harus punya titik temu yang pas, di mana semuanya merasa adil dan sesuai dengan porsinya. Semua pemangku kepentingan yang akan terkena dampak RUU ini, termasuk pekerja, pengusaha serta asosiasi akan dilibatkan mendiskusikan RUU ini.

Tujuan RUU ini, kata Rosan, untuk mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan perekonomian negara sehingga penting bagi seluruh lapisan masyarakat. “Jadi jangan bedakan ini untuk kepentingan pengusaha atau pekerja saja, tapi kepentingan keduanya,” kata Rosan.

Masih dalam diskusi itu, Dirjen PHI Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang mengatakan, pihaknya tahu betul kekhawatiran para serikat pekerja. Karena itu, RUU tersebut harus dipahami secara menyeluruh. Jangan hanya dibaca pasal per pasal yang menjadi momok pembicaraan.

“Kami tahu betul kekhawatiran kalian, tapi tolong lihat secara komprehensif semua draf RUU Cipta Kerja itu. Jangan disinggung tentang poin kontroversial saja,” kata Haiyani.

Baca Juga :   DPR Dukung Percepatan Penyaluran Bantuan ke Korban Gempa di Cianjur

Adapun poin-poin yang dinilai sebagai kontroversial antara lain hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, mudah dipecat, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, jam kerja yang tinggi, hilangnya jaminan sosial, dan kemudahan untuk tenaga kerja asing. Semua yang menjadi keluhan itu, kata Haiyani, sudah ditampung dan disusun untuk disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan DPR.

Haiyani juga meminta agar soal kerja kontrak dan outsourcing dibedakan. Dia memastikan akan tetap ada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Tapi ada aturan untuk melindungi pekerjaan-pekerjaan tertentu yang waktunya singkat, seperti pekerja online dan paruh waktu. Pekerjaan tersebut yakni pekerjaan yang waktu kerjanya di bawah 8 jam, dan artinya tidak bisa dibayar. Dari sini pemerintah berusaha melindungi mereka agar tetap dibayar sesuai upah per jam.

“Kami beri proteksi bagi angkatan kerja yang sistem kerjanya ringan dan freelance, nah nanti itu nanti bisa kita gaji per jam. Makanya ayo KSPI dan serikat pekerja lain, kita perlu bicara berdua supaya saya bisa bisa jelaskan ini lebih banyak,” kata Haiyani.

Leave a reply

Iconomics