
Setelah Keran Ekspor CPO Dibuka, Kemendag Terbitkan Aturan Baru untuk Migor

Tangkapan layar, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi/Iconomics
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR). Permendag tersebut resmi berlaku pada 23 Mei 2022 dan tujuannya untuk mengoptimalkan distribusi minyak goreng curah.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pihaknya melalui melalui Permendag tersebut berupaya menjamin ketersediaan minyak goreng curah bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Aturan ini, kata Lutfi, mengatur penerapan sistem kontrol siklus tertutup bagi pelaku usaha jaringan logistik yang mendistribusikan minyak goreng curah hasil domestic market obligation (DMO) dan memastikan pasokan bahan baku minyak goreng dari pabrik hingga ke konsumen dengan harga Rp 14 ribu per liter atau Rp 15.500 per kilogram (kg) dengan target 10 ribu titik penjualan.
“Kita akan menggunakan aplikasi digital untuk memastikan pasokan CPO ke produksi minyak goreng hingga penyerahan konsumen menggunakan nomor induk kependudukan (NIK). Dengan demikian, kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi akan terjamin,” kata Lutfi dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Permendag tersebut, kata Lutfi, mewajibkan seluruh produsen atau eksportir minyak sawit (CPO), refined, bleached and deodorized palm oil (RBD Palm Oil); refined, bleached and deodorized palm olein (RBD palm olein), dan used cooking oil (UCO) untuk berpartisipasi dalam program MGCR. Produsen yang tidak berpartisipasi dalam program tersebut, maka pemerintah memberlakukan larangan untuk mengekspor produk CPO dan turunannya.
Secara teknis, kata Lutfi, produsen CPO diminta untuk mendaftar program MGCR melalui Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) yang masih bagian dari Sistem Informasi Industri Nasional atau SIINas. Mekanismenya, produsen diminta untuk melampirkan estimasi produksi CPO, rencana bulanan pasokan CPO yang ditujukan kepada produsen minyak goreng sesuai dengan perjanjian kerja sama yang berlaku.
Di samping itu, kata Lutfi, Permendag juga mengatur mengenai kewajiban bagi pelaku usaha jasa logistik dan eceran (PUJLE) untuk menyalurkan realisasi penerimaan DMO minyak goreng curah kepada pengecer sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan. PUJLE yang berpartisipasi dalam program MGCR harus memiliki aplikasi digital yang terintegrasi dengan Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
“Aplikasi digital tersebut dapat menyediakan fitur yang memuat data produsen minyak goreng, data PUJLE, data pengecer, data konsumen dengan merekam NIK, data transaksi, serta data rekapitulasi transaksi harian pembelian, penjualan, dan stok,” ujar Lutfi.
Dalam Permendag itu, kata Lutfi, para pengecer wajib menyalurkan realisasi DMO kepada konsumen sesuai dengan HET. Caranya, penyaluran dilakukan dengan merekam data dalam aplikasi digital yang dimiliki PUJLE. Pengecer juga wajib mematuhi pembatasan penjualan minyak goreng curah serta menyampaikan informasi sebagai peserta program MGCR dan memberikan informasi mengenai HET.
Masih kata Lutfi, Kemendag akan membentuk tim pemantauan dan evaluasi yang mengikutsertakan pemangku kebijakan terkait. Tim tersebut terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Satuan Tugas Pangan Kepolisian Republik Indonesia (Satgas Pangan Polri), serta Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan ini, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.
Leave a reply
