Wakil Ketua DPR Kritik dan Minta Pemerintah Tidak Pakai APBN untuk Biayai Kereta Cepat

0
412

Alokasi dana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai sebaiknya difokuskan ke pemulihan ekonomi dan pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur. Soal kereta cepat biar diserahkan kepada investornya sebagaimana ide awal proyek ini yang merupakan business to business.

Wakil Ketua DPR Gobel mengatakan, pemerintah awalnya setuju pembangunan kereta cepat tidak akan menggunakan APBN. Apalagi skemanya memang business to business. Dalam perjalanannya anggaran proyek tersebut terus membengkak.

“Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik,” kata Gobel dalam keterangan resminya seperti dikutip situs resmi DPR beberapa waktu lalu.

Pemerintah disebut telah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. Perpres ini memberikan ruang pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menggunaan  APBN.

Baca Juga :   Inovasi FamilyMart di Era Industri 4.0

Berdasarkan itu, kata Gobel pemerintah harusnya fokus dan memprioritaskan penggunaan anggaran saat ini untuk menangani pandemi Covid-19 dan pembangunan ibu kota negara baru. Pemerintah harus konsisten dengan skema pembangunan yang sejak dari awal sudah diputuskan.

Pembengkakan biaya, kata Gobel, seharusnya diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VIII. Jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya.

“Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” kata Gobel.

Sebelumnya kebutuhan investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak dari US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 86,67 triliun menjadi US$ 8 miliar atau setara Rp 114,24 triliun. Kebutuhan investasi proyek akan meningkat karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp 4,3 triliun. Padahal, setoran itu seharusnya dilakukan sejak Desember 2020. Jumlah itu belum termasuk estimasi tanggung jawab sponsor dalam membiayai pembengkakan biaya sebesar Rp 4,1 triliun.

Baca Juga :   Dirut: Jasa Raharja Kelola Investasi Secara Hati-Hati

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics