
Pemerintah Indonesia Upayakan CEPA dengan Uni Eropa Bisa Diteken Tahun Ini

Tangkapan layar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
Pemerintah Indonesia mengupayakan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Indonesia dengan Uni Eropa bisa ditandatangani tahun 2023 ini. Kemitraan ini memiliki arti penting, diantaranya karena ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ke Benua Biru itu masih dikenakan bea masuk yang tinggi, sementara produk yang sama dari negara kompetitor sudah dikenakan bea masuk 0%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan dalam Rapat Terbatas (Ratas) terkait ekspor di Istana Kepresidenan pada Rabu (11/1), Presiden Joko Widodo meminta agar dibentuk task force atau gugus tugas untuk mempercepat realisasi CEPA dengan Uni Eropa ini.
Airlangga mengungkapkan Presiden sendiri sudah berkomunikasi dengan Kanselir Jerman, Olaf Scholz terkait CEPA ini.
“Kita akan manfaatkan kedekatan Bapak Presiden dengan Kanselir Olaf suapya kita bisa memfinalisasikan CEPA dengan Eropa,” ujar Airlangga dalam konferensi pers usai Ratas yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (11/1).
Airlangga mengatakan CEPA dengan Uni Eropa sangat penting, karena beberapa komoditas ekspor Indonesia ke Benua Biru itu masih mendapatkan bea masuk yang tinggi seperti produk TPT yang dikenakan bea mauk sebesar 10% hingga 12%. Di sisi lain, ekspor produk yang sama dari Vietnam dan Bangladesh ke Uni Eropa sudah mendapatkan bea masuk 0%.
“Jadi, ini menjadi priortas dari pemerintah,” ujarnya.
Penandatanganan CEPA dengan Uni Eropa ini menjadi salah satu strategi pemerintah mendongkrak ekspor pada tahun 2023 ini, selain berbagai upaya lainnya seperti menjajaki pasar baru seperti ke Afrika.
Airlangga mengungkapkan tahun 2022 lalu, nilai ekspor Indonesia mencapai US$268 miliar. Beberapa negara dengan nilai ekspor tertinggi adalah Tiongkok sebesar US$57,7 miliar, Amerika sebesar US$26,1 miliar, India US$21,6 miliar, Jepang US$21,1 miliar, Malaysia US$2,5 miliar, Korea Selatan US$9,8 miliar, Singapura US$8,8 miliar, Uni Eropa US$19,6 miliar. Nilai ekspor Indonesia ke negara-negara Asean mencapai US$48,9 miliar.
“Kita memproyeksikan pertumbuhan ekspor tahun depan (2023) lebih melambat dari tahun lalu. Karena tahun 2022 ekspor kita tumbuh 29,4%, impor tumbuh 25,37%. Tahun depan (2023) karena kita basisnya sudah tinggi, diproyeksikan ekspor naiknya di 12,8% dan impornya 14,9%,” ujar Airlangga.
Selain upaya meningkatkan ekspor, Airlangga mengatakan Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya meningkatkan cadangan devisa dari hasil ekspor. Kenaikan ekspor dan neraca perdagangan yang surplus juga harus diikuti dengan peningkatan cadangan devisa.
“Oleh karena itu, Bapak Presiden meminta agar Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2019 tentang devisa hasil ekspor itu untuk diperbaiki. Saat ini, hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan yang diwajibkan masuk ke dalam negeri. Nah, ini kita masukan juga beberapa sektor termasuk sektor manufaktur,” ujar Airlangga.
Airlangga mengatakan dalam revisi PP No.1/2019 ini, pemerintah memang tak hanya meninjau dari sisi sektor yang wajib membawa pulang hasil ekspor, tetapi juga jumlah dan berapa lama hasil ekspor itu wajib parkir di dalam negeri.
Leave a reply
