KY Dalami Laporan Tim Koalisi Pemilu Bersih soal Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu

0
211
Reporter: Rommy Yudhistira

Komisi Yudisial (KY) telah menerima laporan terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024. Laporan tersebut berasal dari elemen masyarakat yang menamakan dirinya Tim Koalisi untuk Pemilu Bersih.

Menanggapi laporan itu, Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, pihaknya akan menindaklanjutinya dengan berbagai metode dan cara untuk mendalami kasus tersebut. Salah satunya dengan memanggil hakim atau pihak yang berkepentingan dari PN Jakarta Pusat.

“Mencoba untuk memanggil dalam hal ini belum sampai pada proses pemeriksaan, tetapi kita ingin memanggil hakim atau pihak dari pengadilan negerinya untuk coba kita ingin gali informasi yang lebih lanjut, tentang apa yang sesungguhnya terjadi dengan putusan tersebut,” kata Mukti dalam keterangan resminya, di Gedung KY, Jakarta, Senin (6/3).

Menurut Mukti, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa putusan PN Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022 terkait dengan gugatan perdata Partai Prima pada 8 Desember 2022. KY disebut hanya memiliki kewenangan mengawasi perilaku hakim dalam proses hukum baik dari sisi banding maupun kasasi.

Baca Juga :   Gus Nadir Sebut PBNU Dukung Capres Prabowo, Ketum Yahya Cholil Staquf Nilai Itu Prasangka Saja

“Kita akan kawal kasus tersebut karena kita anggap hal ini cukup menjadi persoalan yang besar. Beberapa hal secara konstitusional dan secara peraturan perundang-undangan ini sudah menjadi perdebatan,” ujar Fajar.

Atas dasar tersebut, kata Mukti, KY meminta dukungan dari seluruh pihak untuk memberikan informasi yang bisa disampaikan, sehingga bisa bekerja dengan cepat dan optimal. “Oleh karena itu, KY meminta dukungan dari masyarakat tentunya mengenai informasi dari teman-teman media, teman-teman LSM, teman-teman akademisi maupun masyarakat secara umum,” kata Mukti.

Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito mengatakan, pihaknya terlebih dahulu akan mendalami persoalan tersebut melalui tim investigasi sebelum adanya laporan yang disampaikan terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).

Setelah laporan tersebut secara resmi masuk ke KY, kata Joko, maka akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku. Apabila syarat-syarat pelaporan sudah terpenuhi, KY akan melakukan pendaftaran untuk memeriksa hakim atau pihak-pihak yang terkait.

“Jadi belum langsung kepada majelis hakimnya atau disebut itu biasanya terlapor, jadi mungkin bisa kita lakukan pada panitera dan mungkin hakim-hakim lain yang tidak terkait dengan putusan ini. Mungkin juga bisa kepada ketua pengadilan itu,” kata Joko.

Baca Juga :   PPP Resmi Dukung Ganjar sebagai Capres 2024, Bagaimana Nasib KIB?

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan perdata Partai Prima terhadap KPU. Putusan tersebut lantas menimbulkan kontroversi di tengah-tengah proses tahapan pemilu yang sedang berjalan.

Gugatan Partai Prima terhadap KPU bermula dari verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu yang dilakukan KPU kepada Partai Prima. Dalam rekapitulasi hasil verifikasi partai politik peserta pemilu, KPU menyatakan Partai Prima Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

Setelah Partai Prima mempelajari dan mencermatinya, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata KPU juga menyatakan Memenuhi Syarat dan hanya menemukan sebagian kecil permasalahan. Partai Prima juga menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotannya dinyatakan TMS di 22 provinsi.

Akibat dari kesalahan dan ketidaktelitian KPU, Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia.

Dari salinan putusan PN Jakarta Pusat, terdapat 7 hal dalam pokok perkara yang dikabulkan majelis hakim. Pertama, menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat.

Baca Juga :   Mahfud MD: Pemerintah Pastikan Pemilu 2024 Dilaksanakan pada 14 Februari 2024

Ketiga, menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Keempat, menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta kepada penggugat. Kelima, menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Keenam, menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad). Ketujuh, menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat sebesar Rp 410 ribu.

Adapun majelis hakim yang mengadili perkara tersebut adalah T. Oyong (Hakim Ketua), H. Bakri (Hakim Anggota) dan Dominggus Silaban (Hakim Anggota).

 

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics