Mantan Dirut Pertamina Jadi Tersangka Proyek LNG, Simak Kronologisnya Versi KPK

0
167
Reporter: Rommy Yudhistira

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) 2011-2021. Setelah resmi jadi tersangka, untuk proses penyidikan KPK menahan Karen selama 20 hari ke depan.

“Selama 20 hari pertama terhitung 19 September 2023 hingga 8 Oktober 2023,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan resminya, Selasa (19/9).

Firli mengatakan, karena perbuatan Karen itu, negara mengalami kerugian sebesar US$ 140 juta atau setara dengan Rp 2,1 triliun. Dan Karen dikenakan Pasal 2 ayat 1 Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal ayat 1 ke-1 KUHP.

“Komitmen KPK sama dengan komitmen seluruh anak-anak bangsa untuk membebaskan negeri ini dari praktik-praktik korupsi. KPK berkomitmen untuk terus melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, serta mengungkap perkara korupsi sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan,” ujar Firli.

Baca Juga :   ID Food akan Gali Pendapatan dari Aset Bangunan Tidak Produktif

Peristiwa dugaan korupsi yang menjerat Karen, kata Firli, bermula dari 2012 ketika Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif untuk mengatasi defisit gas di Indonesia. Diperkirakan Indonesia akan mengalami defisit gas pada kurun waktu 2009-2040 sehingga Pertamina memerlukan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, industri pupuk, dan industri petrokimia lainnya.

Sebagai Dirut Pertamina, kata ujar Firli, Karen mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG baik dari dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. “Yang di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) (Perusahaan) LLC Amerika Serikat,” ujar Firli.

Namun, kata Firli, secara tiba-tiba Karen memutuskan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL LLC Amerika Serikat. Keputusan tersebut diambil tanpa melakukan kajian dan analisis secara menyeluruh. Bahkan, Karen dinilai juga tidak melaporkan keputusan itu kepada dewan komisaris Pertamina.

“Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup RUPS (rapat umum pemegang saham) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” kata Firli.

Baca Juga :   PT PP Optimistis Kerjakan 10 Proyek IKN Akan Rampung Sesuai Target

Karena itu kebijakan Karen itu, kata Firli, seluruh kargo LNG yang telah dibeli Pertamina dari CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik. Hal itu juga membuat kargo LNG kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Kondisi kelebihan pasokan, kata Firli, memaksa pemerintah untuk menjual dengan kondisi rugi LNG yang sudah dibeli tersebut. Karena hal itu, perbuatan Karen dianggap bertentangan dengan beberapa ketentuan yang meliputi akta pernyataan keputusan RUPS tanggal 1 agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina.

Selain itu, Karena juga dianggap melanggar Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MDU/2008 tanggal 3 September 2008, Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MDU/2011 tanggal 1 Agustus 2011,dan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-03/MDU/08/2017 tentang Pedoman Kerja Sama BUMN.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics