OJK Bicara Kebijakan yang Tepat dan Dukungan untuk Digital Banking

0
445

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kebijakan bersama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membuat Indonesia mampu melalui krisis ekonomi yang terjadi akibat Covid-19 di 2020. Karena kebijakan tersebut ada rasa optimistis bahwa perekonomian Indonesia akan kembali pulih seperti semula.

“Pada Maret 2020, kita bersama-sama mengeluarkan kebijakan yang luar biasa untuk fiskal, moneter dan keuangan. Ini untuk menjaga kondisi agar kondusif sehingga likuiditas terjaga di pasar,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Kamis (25/2).

Wimboh mengatakan, pihaknya akan melanjutkan kebijakan stimulus hingga Maret 2022. Karena itu, OJK menyambut baik kebijakan pemerintah yang membuat relaksasi atas PPnBM dan penerapan DP 0% sebagai cara mendorong pertumbuhan kredit.

Di samping itu, Wimboh juga menyinggung mengenai dukungan OJK mengenaik digital banking. Tidak hanya perbankan, OJK juga mendorong percepatan ekonomi digiral di Indonesia. Hal tersebut sesuatu yang tidak bisa dihindari dan tentu saja OJK akan mendorong perbankan untuk kembangkan bisnis proses digital.

Baca Juga :   Pialang Asuransi Axle Asia Ubah Merek dan Nama Jadi bolttech

“Dulu kita sering lihat orang mengantre di kantor bank. Sekarang cukup dari rumah terlebih di masa pandemi ini. Dari awal kita dorong digitalisasi keuangan dan di OJK ada yang namanya pusat pengembangan keuangan digital,” kata Wimboh.

Seperti diketahui, Google, Temasek, dan Bain & Company merilis laporan tahunan mereka “e-Conomy SEA 2020”.  Ada 7 sektor digital yang disorot. Selain yang sudah ada sebelumnya, yakni e-commerce, transport & food, online travel, online media, dan financial services; tahun ini riset menambahkan 2 lanskap bisnis baru yakni healthtech dan edtech — karena keduanya mengalami pertumbuhan signifikan di tengah pandemi Covid-19.

Pandemi juga mendorong penetrasi pengguna internet di regional, tercatat ada sekitar 40 juta pengguna baru di tahun 2020. Sehingga secara total di Asia Tenggara ada sekitar 400 juta pengguna internet — setara dengan 70% dari total populasi. Adanya pembatasan sosial membentuk kultur baru seperti kegiatan bekerja/sekolah dari rumah, memberikan dampak pada konsumsi layanan digital meningkat drastis.

Baca Juga :   OJK Minta Bank Blokir 85 Rekening yang Diduga Terkait Pinjol Ilegal

Satu hal yang cukup menarik, di Indonesia 56% dari total konsumen layanan digital tahun ini datang dari luar area metro, sementara sisanya yakni 44% masih dari seputaran area metro. Gross Merchandise Value (GMV) jadi matriks yang digunakan untuk mengukur unit ekonomi dalam laporan ini; yakni mengisyaratkan pada nilai transaksi/penjualan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu oleh pengguna.

GMV untuk ekonomi internet di Asia Tenggara (mengakumulasi dari nilai yang didapat dari 7 sektor yang disorot) diproyeksikan akan melebihi US$ 100 miliar. Indonesia akan memberikan sumbangsih US$ 44 miliar atau setara Rp 621 triliun. Di Indonesia, mayoritas GMV masih disokong oleh layanan e-commerce sebesar US$ 32 miliar, disusul platform transport & food senilai US$ 5 miliar, online media US$ 4,4 miliar, dan online travel US$ 3 miliar.

Leave a reply

Iconomics