Soal Pemberian IUP ke Ormas,  Muhammadiyah Keberatan Larangan Kerja Sama dengan Pemegang PKP2B Lama 

0
40

Pada 2024, pemerintah memberikan izin usaha pertambangan [IUP] kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan [Ormas] keagamaan. Izin yang diberikan merupakan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus [WIUPK] bekas  Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara [PKP2B].

Pemerintah mensyaratkan badan usaha milik ormas itu tidak boleh bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan atau afiliasinya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2024.

Kini, Badan Legislasi [Baleg] DPR sedang melakukan revisi keempat atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara [UU Minerba], dianataranya untuk menperkuat payung hukum pemberian IUP ke Ormas Keagamaan.

Pengurus Pusat [PP] Muhammadiyah, yang sudah menerima konsesi tambang dari pemerintah, keberatan dengan klausul yang melarang kerja sama dengan badan usaha pemilik PKP2B lama.

“Kami melihat walaupun NU dan Muhammadiyah diberikan prioritas pada tahap awal, kami melihat ada hal-hal yang perlu juga kita cermati….Tentang tidak bolehnya kami bermitra dengan PKP2B induk atau afiliasinya. Konsekuensi dari ini adalah kami tidak bisa bekerja sama memanfaatkan jalan hauling,” ujar Syahrial Suandi dari PP Muhammadiyah dalam Rapat Dengar Pendapat Umum [RDPU] dengan Baleg DPR, Rabu (22/1).

Baca Juga :   Serikat Usaha Muhammadiyah: Zendo Layanan Ojol untuk Majukan Unit Bisnis Anggota

Dalam RDPU yang juga dihadiri oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan dan pengurus Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), PP Muhammadiyah memberikan masukan ke Baleg DPR terkait revisi keempat UU Minerba.

Syahrial yang pernah berkarir di sejumlah perusahaan tambang seperti PT Bumi Resources Minerals, Tbk. dan PT BUMI Resources, Tbk. mengatakan karena tak bisa bekerja sama dengan PKP2B lama, Muhammadiyah bakal menyiapkan biaya di muka yang besar.

“Kami harus bikin jalan dari lokasi tambang ke pelabuhan,”ujarnya.

Biaya pembangunan jalan untuk hauling tidaklah kecil. Menurut Syahrial, untuk satu kilometer bisa mencapai US$1 juta.

“Artinya, itu beban di depan yang tidak mungkin kami bebankan,” ujarnya.

Selain jalan untuk hauling atau transportasi hasil tambang, Syahrial mengatakan, badan usaha milik ormas ini juga harus menyiapkan investasi untuk pembelian alat berat yang juga “tidak kecil.”

“Kemudian, membangun pelabuhan sendiri atau jetty. Itu juga cukup besar,”ucapnya.

Dalam rapat konsolidasi nasional PP Muhammadiyah pada 28 Juli 2024 di Yogyakarta, organisasi yang berdiri pada 1912 itu memutuskan menerima tawaran IUP dari pemerintah, menyusul langkah NU.

Baca Juga :   PLN dan Muhammadiyah Kerja Sama Sediakan Layanan Kelistrikan dan Non-Kelistrikan

Pada 14 Desember 2024, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyampaikan Muhammadiyah mendapat konsesi tambang di lahan bekas PT Adaro Energy Tbk.

Selain memberikan catatan soal kerja sama dengan perusahaan pemegang PKP2B terdahulu, dalam RDPU dengan Baleg DPR, PP Muhammadiyah juga menyampaikan sejumlah catatan lainnya terkait dengan revisi keempat UU Minerba.

PP Muhammadiyah antara lain mendorong adanya sinkronisasi antara UU Minerba dengan sejumlah undang-undang lainnya, seperti undang-undang terkait kehutanan, lingkungan, pertanian dan tata ruang.

“Sebagaimana kita pahami, barang tambang itu diberikan oleh Allah kepada kita tanpa bisa memilih dimana dia berada. Dia bisa berada di tengah hutan, dia bisa berada di gunung, dia juga bisa berada di pantai dan di laut. Artinya, dengan kondisi ini sepertinya perlu sinkronisasi antara undang-undang tadi,”ujar Syahrial.

PP Muhammadiyah juga mendorong agar mempertegas definisi tentang tambanag rakyat dalam revisi UU Minerba ini.

“Karena sulit membedakan antara tambang rakyat dengan tambang mengatasnamakan rakyat yang sebetulnya ilegal,” ucap Syahrial.

PP Muhammadiyah juga mengkritisi rencana DPR memberikan izin pertambangan kepada perguruan tinggi dalam revisi UU Minerba ini.

Baca Juga :   Ketum PBNU: Sistem Proporsional Tertutup Mengarah ke Sistem Demokrasi Terpimpin

“Kami melihat tidak semua perguruan tinggi punya kemampuan dan punya prodi pertambangan dan geologi. Kalau pun mereka punya prodi pertambangan dan geologi, tidak semuanya punya akreditasi terbaik. Padahal kita melihat, pengelolaan tambang itu satu kegiatan dari hulu ke hilir, terintegrasi pada semua aspek yang ada. Jadi, ini perlu diperjelas nantinya menurut kami,” jelasnya.

PP Muhammadiyah juga menyoroti perpanjangan izin pertambangan. Syahrial mengatakan, perlu ada kejelasan apakah perpanjangan itu tidak ada batasnya hingga umur tambang habis. 

“Menurut kami perlu ada pembatasan di situ,”ujarnya.

Soal tumpang tindih perizinan juga perlu diperjelas.

“Ini tumpang tindihnya antara komoditas tambang? Sesama komoditas tambang misalnya batubara dengan batubara atau batubara dengan mineral? Atau antara tambang dengan kegiatan non pertambangan? Karena masalah tumpang tindih ini menjadi masalah yang cukup lama, sampai sekarang belum ada penyelesaian terbaiknya,”ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics