Ketum PBNU: Sistem Proporsional Tertutup Mengarah ke Sistem Demokrasi Terpimpin

0
335
Reporter: Rommy Yudhistira

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai sistem proporsional tertutup dapat mengurangi hak pemilih dalam menentukan secara langsung calon legislatif (caleg). Dengan menggunakan proporsional tertutup, maka sistem politik mengarah kepada demokrasi terpimpin.

“Tapi secara pribadi, saya pribadi, saya menganggap proporsional tertutup itu secara teoritis mengurangi hak langsung dari pemilih, itu saja,” kata Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf ketika menerima kunjungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (4/1).

Yahya mengatakan, pihaknya belum mengambil sikap atas sistem yang akan digunakan dalam Pemilu 2024 nanti. Namun, perlu diingat bahwa penggunaan sistem pemilu diharapkan dapat diputuskan secara bersama-sama dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Diatasi sesuai undang-undang, pokoknya undang-undangnya aturannya seperti apa, laksanakan. Pokoknya sesuai undang-undang saja, pokoknya kita tidak mau menghakimi sendiri. Secara institusional tidak ada sikap, PBNU belum ada sikap, belum rapat,” ujar Yahya.

Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan sikap mengenai sistem pemilu berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-48 tahun 2022. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, muktamar tersebut menghasilkan 2 usulan terkait dengan sistem Pemilu 2024, yaitu proporsional tertutup dan proporsional terbuka terbatas.

Baca Juga :   Komisi II DPR Ketok Anggaran KPU Sekitar Rp 8 T untuk Pemilu 2024

“Kami mengusulkan sistem proporsional terbuka ini diganti dengan 2 opsi, yaitu tertutup dan terbuka terbatas,” kata Abdul.

Sistem proporsional tertutup, kata Abdul, merupakan penentuan caleg yang terpilih bukan atas dasar suara yang diperolehnya, tetapi mengacu pada dasar perolehan suara partai politik. Dengan kata lain, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik, setelah itu partai memiliki kewenangan untuk menentukan anggota Dewan yang berhak duduk di kursi parlemen untuk mewakili daerah pemilihannya masing-masing.

“Harapan kami dengan perubahan sistem itu, pertama bisa dikurangi kanibalisme politik di mana sesama calon itu saling menjegal satu sama lain, yang itu berpotensi menimbulkan polarisasi politik,” ujar Abdul.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics