Chief Philosophy Officer di Perusahaan: Perlukah?

0
1965

Beberapa saat yang lalu, sering kita dengar berbagai polemik perusahaan yang diangkat oleh berbagai media, baik polemik yang berhubungan dengan lingkungan eksternal maupun internal perusahaan. Katakanlah, beberapa di antaranya adalah polemik yang akhirnya membuat ibu-ibu petani di suatu daerah melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara untuk menuntut penghentian pendirian pabrik semen. Ada juga polemik perusahaan tambang dengan lingkungan sekitarnya yang dinilai oleh banyak kalangan berlaku tidak adil, bahkan justru membuat kesenjangan ekonomi yang begitu besar.

Selain isu permasalahan dengan lingkungan sekitar, beberapa perusahaan juga bermasalah dengan lingkungan internalnya sendiri. Seperti misalnya, perusahaan sepatu maupun es krim yang dinilai tidak memberikan penghargaan yang proper kepada karyawannya. Bahkan beberapa pihak mengatakan bahwa perusahaan tersebut telah berlaku eksploitatif sekaligus diskriminatif.

Selain itu, masih banyak lagi permasalahan yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan kegiatan sebuah perusahaan yang berkaitan dengan konsumennya. Seperti misalnya isu tentang privasi, penyalahgunaan data, dan juga penayangan sebuah acara media ataupun iklan komersil yang tidak etis.

Baca Juga :   Chatib Basri: Kebijakan QE BI Perlu Diarahkan untuk Bantu Likuiditas Perusahaan

Permasalahan Fundamental

Beberapa contoh kasus tersebut di atas sejatinya bukanlah sekadar permasalahan hukum yang menuai perdebatan tak berkesudahan. Masing-masing pihak yang bertikai biasanya memiliki persepsi hukum yang berbeda. Bahkan, beberapa perusahaan justru memanfaatkan celah dari sesuatu yang belum diatur secara hukum. Permasalahan tersebut di atas lebih tepat dikategorikan sebagai permasalahan etika bisnis, yang bahkan terkadang belum tercakup dalam aturan hukum.

Dampak yang diterima oleh perusahaan dari permasalahan tersebut juga tidak main-main. Reputasi perusahaan dipertaruhkan di mata masyarakat maupun karyawannya. Bahkan, terdapat kejadian yang berbuntut panjang, seperti misalnya pertikaian buruh dengan manajamen yang berlarut-larut.

Untuk mengatasinya, tentu saja tidak cukup hanya mengandalkan aspek kepatuhan, karena aspeknya lebih kepada kesadaran etika yang reflektif. Etika bisnis berupa code of conduct pun sebagian besar masih mengandalkan aspek kepatuhan, yakni in line dengan pemenuhan kewajiban terhadap berbagai aturan. Sementara, berbagai peraturan maupun standar tidak dapat mencakupi semua aspek etika.

Perlu suatu pihak di dalam perusahaan yang sehari-hari selalu mengingatkan ke pengelola perusahaan tentang perlunya etika dalam berbisnis. Etika bisa jadi urusannya sangat filosofis. Bukan sesuatu yang abstrak, tetapi sesuatu yang fundamental, yang terkadang sering terlupakan. Sesuatu tersebut seringkali tertutup dengan semangat memaksimalkan profit, dan hanya menjaga untuk sekadar tidak melanggar aturan.

Baca Juga :   Ekonom Senior Indef Sebut Ada 7 Dimensi Dalam Transformasi Digital

Dengan demikian, siapakah yang dapat menjaga perusahaan untuk menghindari hal-hal seperti contoh tersebut? Bukan hanya menghindari, tetapi sekaligus juga merangsang inovasi baru yang terkadang belum pernah terpikir atau bahkan mungkin terlupakan. Neoma Business School mengungkapkan sosok tersebut adalah Chief Philosophy Officer (CPO).   

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Halaman Berikutnya
1 2 3

Leave a reply

Iconomics