Chief Philosophy Officer di Perusahaan: Perlukah?

0
1965

Apa Itu CPO?

Terminilogi CPO ini muncul pertama kali dari inisiatif Andrew Taggart, seorang PhD in Phliosophy yang kemudian menjadi praktisi filosofi. Bagi perusahaan, CPO mirip dengan seorang advisor dan juga trainer yang sehari hari mendampingi pengelola perusahaan dengan berbagai insightreflektif. CPO tersebut bekerja secara in housedi perusahaan. Cakupan tugasnya bukan hanya menjaga reputasi di mata masyarakat, atau eksternal perusahaan, tetapi juga stakeholder internal perusahaan.

Dilansir oleh medium.com, James Lynden mengatakan bahwa tugas CPO antara lain membuat dan menyampaikan kerangka etik berikut implikasinya bagi perusahaan dan stakeholder; memastikan berbagai keputusan perusahaan telah memiliki dasar konseptual yang reflektif dan matang; mencermati berbagai isu sosial di masyarakat yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan; membangun kolaborasi dengan akademisi dan peneliti; serta memberikan pelatihan pengambilan keputusan reflektif bagi personil yang berwenang.

Adapun nasihat (advice) yang diberikan bisa jadi muncul dalam berbagai pertanyaan mendasar, seperti misalnya, “Sudahkah konsumen betul-betul nyaman dengan privasinya? Apa sebetulnya makna kepuasan bagi konsumen? Apakah perusahaan telah aware dengan implikasi negatif atas produk? Sudahkah perusahaan memiliki keberpihakan kepada kaum yang terpinggirkan di masyarakat? Betulkah konsumen adalah raja? Perlukah perusahaan selalu mengikuti indikator yang selama ini ada? Apakah budaya yang dibangun di perusahaan tidak berdasar keterpaksaan? Apa sebenarnya makna kebahagiaan bagi karyawan?

Baca Juga :   This is DBS Digibanking Lahir untuk Melayani Korporasi dan UKM

Beberapa pertanyaan tersebut adalah pertanyaan reflektif yang berfungsi membangun kembali kesadaran etis pengelola perusahaan yang selama ini telah bekerja tanpa lelah. Terkadang pertanyaan tersebut tidak disadari karena pengelola perusahaan telah sekian lama berpacu dengan rutinitas.  Berbagai inovasi perusahaan yang tergolong kreatif pun selama ini terkadang belum cukup peka dengan isu sosial di masyarakat.

Bahkan, terkadang berbagai pertanyaan maupun pernyataan dari seorang CPO sekilas cenderung ‘menyakitkan’ dan terkesan mengada-ada, justru di situlah letak akar permasalahan yang selama ini tak terlihat. Misalnya, alih-alih mempertanyakan bagaimana cara agar perusahaan dapat semakin berkembang, seorang CPO dapat saja justru bertanya, “Mengapa perusahaan perlu berkembang?”

Beberapa perusahaan yang telah berinisiatif menggunakan CPO adalah Google, Skype dan startuplain di Silicon Valley. Namun, meski saat ini perusahaan yang menggunakan CPO adalah perusahaan berbasis teknologi, tetapi bukan berarti hanya perusahaan pada jenis tersebut yang memerlukan seorang CPO. Christian Voegtlin, seorang Associate Professor in Corporate Social Responsibility di Audenca Business School di Perancis, mengatakan di Forbes.com bahwa CPO jelas tidak hanya diperlukan oleh perusahaan yang berbasis teknologi, melainkan semua jenis perusahaan.

Halaman Berikutnya
1 2 3

Leave a reply

Iconomics