Strategi Menghadapi Perubahan Perilaku Konsumen Saat Gelombang Pandemi Covid-19

0
15351

Beradaptasi dengan lingkungan sosial yang terbatas di situasi yang penuh ketidakpastian. Resiliensi dan kemampuan coping diuji dengan situasi krisis. Adanya krisis Covid-19 ini membawa manusia seperti kembali ke zaman purba dimana hidupnya hanya di gua. Welcome stay @ home economy.

Sementara akibat pelaksanaan program stay @ home economy berimbas kepada industri dan dunia usaha dimana sektor yang terkena dampak. Pertama, The Fall (industri yang mengalami penurunan). Sektor yang terkena dampak tertinggi adalah sektor pariwisata/perhotelan, maskapai penerbangan (airline), MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), resto/café/bar, dan bioskop (cinema/entertainment). Adapun sektor yang mengalami penurunan moderat adalah di olah raga, mal/ritel, consumer electronics, industri otomotif, industry minyak dan gas, dan properti/konstruksi.

Source: Inventure

Kedua, The Between The Fall & The Rise. Industri yang berada diantara The Fall & The Rise adalah di industri pendidikan, perbankan, asuransi, manufaktur dan agrikultur. Pada dasarnya industri ini rata-rata berbasis teknologi yang memberikan efisiensi dan teknologi omni channel yang dapat melayani kebutuhan transaksi para nasabah/kustomer, namun tetap permasalahan rentabilitas dan likuiditas yang masih menghantui industri khususnya perbankan dan asuransi.

Ketiga, The Rise (industri yang tumbuh). Industri yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah industri groceries/e-commerce, delivery/logisticfood delivery, remote working dengan kemunculan The Birth of Zoom Generation dan industri jasa layanan (internet) streaming. Untuk industri yang mengalami pertumbuhan moderat antara lain industri media dan telekomunikasi, online training, clouds service, jasa layanan telemedicine/obat, jasa layanan cleaning service dan jasa home barber/fitness.

 

The Future Business Opportunities

Dari dampak Covid-19 terjadi adaptasi serta perubahan yang sangat cepat terhadap perilaku masyarakat/konsumen, maka perlu dipikirkan dan direncanakan penyusunan strategi dengan mengedepankan Think New Normal (pasca Covid-19), antara lain:

  • Lahirnya stay @ home economy menimbulkan disrupsi terbesar dalam sejarah umat manusia. Dampaknya, sebagian besar industri runtuh (fall), sementara sebagian kecil justru tumbuh dengan cepat (rise). Sebagai marketer/entrepreneur Anda harus melompat dari “the fall” ke “the rise”.
  • Terjadinya pergeseran perilaku konsumen ke arah pembelian online terhadap barang kebutuhan sehari-hari seperti groceries, sembako, maupun daily needs akan meningkatkan volume pasar online secara sangat signifikan. Bagi perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang-barang tersebut, kini waktunya menerapkan model channel DTC (direct-to customer), tak hanya sebatas mengandalkan marketplace yang sudah ada. Ingat, channel is the brand.
  • Dengan pergeseran layanan food delivery, dari occasional ke habitual dan dari indulgence ke utility, maka pasarnya yang kini sudah tumbuh akan semakin membesar lagi. Pemain di industri ini harus sudah mulai mengadopsi model bisnis subscription. Misalnya untuk layanan katering online. Manfaatkan first-entrant advantage.
  • Milenial mulai belajar memasak. Preferensi jenis masakan yaitu simple food karena milenial harus membagi waktu antara bekerja, mengasuh anak dan mengurus rumah tangga. Oleh karena itu, peluang bisnis FMCG yang relevan seperti instant seasoning, food preparation, “ready to servecooking, termasuk frozen food untuk masakan yang praktis dan lebih cepat. Peluang luar biasa bagi cooking & recipes platform.
  • Frozen food menjadi solusi bagi resto-resto yang terpaksa tidak bisa beroperasi karena pandemi. Banyak resto memasuki survival modedengan mengubah operasinya dari dine-in ke penjualan dan pengiriman frozen food ke konsumen.
  • Dengan membesarnya pasar online akibat Covid-19, maka fitur official store di berbagai marketplace akan semakin ramai dan diminati oleh konsumen.
  • Covid-19 akan menjadi katalis berkembangnya model bisnis berlangganan. Dengan tren ke arah “go online” dan “go routine”, maka berbagai layanan akan masuk dalam ranah model berlangganan seperti grocery, home entertainment, remote working, online learning, games, workout, hingga kelas yoga.
  • Alasan orang mulai kembali di TV adalah karena mereka mulai lelah dengan berita hoax yang beredar di media online maupun media sosial. Strategi mendatangkan trafik yaitu dengan membuat bisnis model premium content yang berkualitas sehingga bagi konsumen menonton TV menjadi suatu experience.
  • Preferensi konsumen menikmati layanan kecantikan bergeser menjadi home-treatment. Selain itu karena orang lebih concern ke kesehatan, produk-produk berbahan organik yang tersertifikasi akan lebih diminati.
  • Tren work from home akan melahirkan industri baru yaitu home office industry yang mencakup furnitur, desain interior, office device, hingga desain properti rumah yang memiliki ruangan kerja. Sementara itu, layanan penyewaannya juga prospektif karena berbagai peralatan tersebut tidak murah sehingga lebih efisien jika menyewa. Ini menjadi peluang luar biasa bagi startup yang cepat masuk memanfaatkan first-entrant advantages.
  • Bersatunya “work-live-play” di rumah menciptakan industri baru dengan peluang yang terbuka luas. Cakupan produk dan layanannya mencakup parenting, home office, home entertainment, home decoration,hingga home sport & wellness.
  • Pemakaian masker akan menjadi semakin mainstream dan menjadi gaya hidup baru. Ini menjadi peluang bagi brand khususnya fesyen untuk membuat masker yang fashionable dengan desain-desain yang unik.
  • Contact-free economy akan menciptakan model baru contact-free business dengan peluang begitu luas karena pasarnya masih blue ocean. Beberapa bisnis yang akan booming antara lain jasa antaran tanpa kontak, konser musik virtual, MICE virtual, startup bidang virtual reality dan augmented reality. Begitu juga startup bidang robot & otomasi.
  • Menjadi kewajiban bagi perusahaan dan branduntuk membangun kembali kohesivitas dan konfiden masyarakat menghadapi musibah Covid-19 melalui berbagai kegiatan social responsibility. Di tengah berbagai persoalan masyarakat yang menumpuk perusahaan tak bisa cuci tangan, perusahaan harus menjadi bagian dari solusi berbagai permasalah tersebut. Inilah cara building brand terampuh selama dan sesudah wabah lewat.
  • Masyarakat cenderung hidup dalam kekhawatiran. Penting bagi brand untuk menggunakan strategi marketing yang asertif. Branding with empathy akan lebih powerful ke depannya bukan hanya digunakan saat masa pandemi.
  • Setelah krisis berlalu, tren minum jamu akan menjadi kenormalan baru. Kafe jamu kekinian seperti Acaraki di Jakarta bakal marak. Maka orang nongkrong sambil minum jamu atau meeting di kafe jamu akan menjadi hal yang lazim. Ngafe Jamu is becoming part of leisure.
  • Label halal akan semakin menjadi primadona di mata konsumen yang peduli terhadap produk yang terjamin halal dan thoyiban atau higienis. Komunikasikan produk Anda telah diproses secara higienis dan memenuhi kaidah-kaidah halal.
  • Fiturbuy now pay later akan semakin booming, karena memberi solusi terhadap ketidakpastian dengan menunda pembayaran secara cash, khususnya pembelian melalui online.
  • Cara orang traveling berubah secara permanen pasca Covid-19. Pelaku pariwisata harus mengubah pendekatan dan strategi berdasarkan perubahan perilaku yang baru. Preferensi liburan akan bergeser ke alternatif liburan yang tidak banyak orang seperti staycation, solo travel tour, wellness tour, juga virtual tourism. Namun dalam jangka pendek bahwa masyarakat akan melakukan traveling4 – 6 bulan setelah pandemi dinyatakan aman. Bahkan ada muncul istilah revenge travelling (traveling balas dendam) setelah sekian lama ter-lockdown. Dan sebagian besar bentuk traveling-nya berupa family travelingdengan tujuan culinary traveling, mountain traveling dan sea view traveling.
  • Gig economy akan booming, freelance worker semakin diminati, kerja multi-tasking akan menjadi kebiasaan baru. Milenial dan Gen-Z akan semakin meminati bidang-bidang kerja dan skill yang bisa dilakukan secara freelance. Muncul tradisi baru bekerja secara “multi-company”, yaitu remote working di beberapa perusahaan secara bersamaan.
  • Sebelum wabah Covid-19 layanan video telephony tumbuh biasa saja. Namun kini termasuk dalam jajaran industri yang tumbuh eksponensial. Peluang industri ini begitu luas untuk bidang mulai dari teleconferencing, telecommuting, distance education, hingga social relations.
  • Ketika karyawan sudah terbiasa dengan remote working dan tuntutan efisiensi overhead dan fleksibilitas aset tinggi maka penggunaan cloud services menjadi keharusan, bukan lagi pilihan. Ini menjadi katalis adopsi layanan cloud baik SaaS, PaaS, maupun IaaS.
  • Startup telemedik seperti Halodoc dll akan tumbuh lebih cepat pasca Covid-19, dan persaingan untuk menghasilkan layanan terbaik akan kian ketat. Begitu konsumen mendapatkan user experience(convenient, less-costly, time efficient) yang memuaskan maka layanan ini akan memasuki fase mainstream dengan pasar yang besar. Kalau sudah begitu, tak tertutup kemungkinan pemimpin pasar di layanan ini akan menjadi the next unicorn.
  • Jika sekolah fisik tidak lagi relevan, platform online learning/online course yang dilengkapi dengan licensed certificationakan booming. Orang tua lebih memilih menyekolahkan anak di rumah karena orang tua dapat memantau langsung milestone.
  • Ibadah dan dakwah secara virtual atau live streaming akan booming, dan menjadi alternatif bagi para pemuka agama untuk berdakwah dan melakukan engagement dengan umat atau jemaat.
  • Kepedulian, empati, dan cinta kini menjadi alat untuk building brand yang paling ampuh di tengah merajalelanya wabah. Dengan making impact dan memberikan solusi terhadap kesulitan yang dialami masyarakat, maka perusahaan akan mendapatkan reputasi sebagai brand yang bertanggung jawab dan penuh empati. An empathic brand.
  • Layanan konsultasi keluarga akan sangat dibutuhkan terutama keluarga muda dalam upaya menyesuaikan diri dengan situasi. Termasuk event parenting talk menjadi topik yang relevan.
  • Merek-merek bisa menambahkan spiritual value/benefit dalam value proposition-nya di tengah masyarakat yang semakin religius. Dengan begitu brand bisa menciptakan spiritual connection dengan konsumen. Brand harus menjadi solusi bagi konsumen dengan dengan memberikan ketenteraman atau peace of mind.

 

Baca Juga :   PGN Teken LoA sebagai Bentuk Kontribusi Pemulihan Ekonomi Nasional

Survival & Creative – Inovation Strategy

Dalam kondisi survival agar memperhatikan customer behaviour change in need & wants transaction, dimana pelaku usaha agar fokus mengoptimalkan core product-nya untuk para pelanggan, laksanakan penyesuaian dengan melakukan ekspansi usaha saat ini ke model usaha yang baru di perusahaan dan tetap dalam koridor bisnis saat ini serta laksanakan transformasi dengan mengembangkan pasar melalui inovasi tertentu utuk melayani pasar yang belum terlayani.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Halaman Berikutnya
1 2 3

Leave a reply

Iconomics