Asosiasi Mengusulkan Adanya Badan Sandang untuk Melindungi Industri Tekstil
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk Badan Sandang dalam undang-udang terkait Sandang yang sedang disusun oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Usulan API ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI degan API dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Rabu (21/6).
Pada RDPU ini, Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja memaparkan sejumlah masalah yang terjadi di industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia saat ini. Ia mengatakan pasca pandemi Covid-19, utilisasi industri tekstil Indonesia dari hulu sampai hilir mengalami keterpurukan hingga ke level di bawah 50%. Di sisi lain, negara-negara industri tekstil, seperti China dan India, juga mengincar Indonesia sebagai pasar.
“Industri tekstil adalah industri yang perlu perlindungan atau sarat dengan regulasi. Mungkin kita belajar dari negara industri tekstil lainnya seperti China, India, Bangladesh, Turki, mereka itu sangat me-regulated. Karena industri tekstil ini menyerap banyak tenga kerja, dari hulu sampai hilir, dan IKM di industri tekstil ini cukup banyak,” ujar Jemmy.
Jemmy mengusulkan Indonesia perlu membentuk Badan Sandang yang melindungi sektor tekstil dan produk tekstil. “Perlindungan terhadap industri TPT ini sangat dibutuhkan. Ekosistem kita jangan sampai rontok, kalau sudah rontok untuk bangun lagi itu sangat susah. Indonesia terkenal dengan bonus demografinya, kalau lapangan pekerjaannya tersedia menjadi bonus. Tetapi kalau lapangan pekerjaan tidak tersedia, mungkin bisa menjadi bencana bagi kita semua. Jadi, kita mohon sekali dukungan dari DPR RI untuk men-support industri TPT nasional ini,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan di negara-negara lain, industri tekstil ini mendapat perlindungan dari negara karena menyerap tenaga kerja yang banyak. Di Indonesia, penyerapan tenaga kerja langsung dari sektor ini mencapai lebih dari 3 juta tenaga kerja. Selain menyerap banyak tenaga kerja, Iwan mengatakan, industri tekstil merupakan industri yang membuka lapangan kerja dengan cepat.
Di negara-negara lain, tambah Iwan, perlindungan terhadap industri tekstil ini dilakukan secara sistematis. Di China misalnya dulu memiliki Kementerian Tekstil yang sekarang berubah menjadi Konsul Tekstil. Hal yang sama juga dilakukan India dan Pakistan yang memiliki lembaga khusus tekstil setingkat Kementerian. Keberadaan lembaga khusus tersebut diperlukan karena industri ini menaungi jutaan tenaga kerja.
“Di tempat kami itu pekerja langsung itu bisa sampai hampir 4 juta orang. Secara tidak langsung bisa 7 juta. Jadi, ini adalah suatu motor ekonomi yang harus dilindungi,” ujar Iwan.
Regulasi khusus tekstil juga penting, tambah Iwan, karena industri tekstil ini sangat kompleks mulai dari hulu hingga hilir. Setiap bagian dari industri ini memiliki permasalahan sendiri-sendiri sehingga diperlukan suatu regulsai yang holistik.
Adapun Badan Sandang diperlukan untuk memudahkan koordinasi lintas Kementerian/Lemabaga yang terkait dengan industri tekstil. Iwan mengatakan saat ini, sektor tekstil Indonesia setidaknya berhubungan dengan 19 Kementerian/Lembaga, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Peridustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Investasi dan Kementerian ESDM.