
Chief Philosophy Officer di Perusahaan: Perlukah?

Mutia Rizal/Dok. Pribadi
Mengapa diperlukan?
Perusahaan yang merasa memerlukan seorang CPO bisa dikatakan perusahaan yang tidak hanya sekadar memburu profit, melainkan profit yang ‘berkah’. Hal itu dikarenakan banyak hal mendasar dari sebuah perusahaan terkait dengan aspek etik yang belum memanusiakan manusia. Beberapa contoh di awal tulisan ini adalah merupakan sekelumit buktinya.
Bahkan, Andrew Taggart mengungkapkan, “Philosophers arrive on the scene at the moment when bullshit can no longer be tolerated”. Ia mengatakan terlalu banyak bullshit berlangsung dalam bisnis di dunia ini. Itu jelas bukan sesuatu yang membawa berkah.
Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa tugas CPO bukan menghalangi perusahaan untuk mencetak profit, tetapi bagaimana profit tersebut dapat bermakna bagi stakeholder-nya dan membuat kehidupan lebih bermartabat.
Roger Steare, seorang philosopher in residence at Cass Business Schooldi Inggris, dilansir oleh theguardian.com mengatakan, “There’s an assumption there that profits and philosophy are incompatible. The tension is not between philosophy and profit, but between deep wisdom and short-term profit maximisation, instead of long-term sustainable value creation”.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seorang CPO tidak hanya berguna untuk membantu perusahaan, melainkan membantu kenyamanan hidup masyarakat dari kegiatan sebuah perusahaan.
Mutia Rizal
Penulis adalah analis pos-birokrasi & alumnus Program Doktoral Ilmu Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada (UGM).
Halaman BerikutnyaLeave a reply
