Apindo Keberatan soal Jaminan Sosial Masyarakat yang Diatur di RUU Kesehatan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti secara khusus substansi sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang termuat dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law. Sorotan itu terkait dengan pengaturan layanan kesehatan pekerja dan masyarakat.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, sesuai dengan Pasal 423, 424 dan 425 RUU tersebut RUU Kesehatan mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan beberapa pengaturan baru yang diatur dalam UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004, dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Nomor 24 Tahun 201.
“Apindo mengkhawatirkan bahwa pelayanan kesehatan bagi pekerja sebagai peserta BPJS Kesehatan terancam kualitas pelayanannya akibat sejumlah pengaturan dalam RUU itu,” kata Hariyadi dalam keterangan resminya, Selasa (28/2).
Sesuai dengan pasal-pasal tersebut, kata Hariyadi, BPJS Kesehatan wajib bekerja sama dengan penyedia fasilitas kesehatan (faskes) yang telah memenuhi perizinan sesuai dengan UU yang berlaku. Ketentuan ini dinilai bertentangan dengan prinsip kerja sama sukarela BPJS Kesehatan dengan faskes seperti yang terdapat dalam Pasal 23 UU SJSN.
“Membatasi BPJS untuk menyeleksi atas faskes yang memenuhi syarat pelayanan. Akibatnya potensial terjadi faskes tidak dapat melayani dengan kualitas yang baik bagi peserta karena terjebak dalam birokrasi pemerintahan,” ujar Hariyadi.
Pemberlakukan omnibus law kesehatan, kata Hariyadi, berpotensi meningkatkan kenaikan iuran peserta yang berdampak terhadap beban pekerja dan pemberi kerja atau pengusaha. Musababnya ada tugas yang harus dilakukan BPJS Kesehatan dalam menjalankan penugasan-penugasan lain dari Kementerian Kesehatan.
Sementara itu, kata Hariyadi, dalam Pasal 13 UU BPJS, hal tersebut tidak diatur dalam perundang-undangan. Penugasan dari kementerian yang bukan merupakan tugas BPJS Kesehatan berpotensi membebani dana jaminan sosial (DJS) BPJS di mana itu merupakan milik peserta, bisa tergerus akibat adanya pelaksanaan tugas kementerian yang semestinya dibiayai APBN.
“Hal ini bertentangan dengan salah satu dari 9 prinsip SJSN dalam mengelola dana amanat yaitu bahwa DJS yang merupakan dana yang terkumpul dari iuran peserta dan merupakan dana titipan kepada BPJS yang perlu dikelola dan harus digunakan untuk sebesar besarnya kepentingan peserta,” kata Hariyadi.
Meski demikian, kata Hariyadi, pihaknya senantiasa mendukung upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat dan pekerja. Reformasi pelayanan kesehatan melalui jaminan sosial bagi para pekerja, diharapkan bisa meningkatkan kualitas pelayanan dengan kendali mutu dan biaya, sehingga persoalan kesehatan pekerja dapat ditangani dengan baik, terutama yang berkaitan dengan beban biaya yang tidak memberatkan.
“Apindo mengharapkan agar kluster jaminan sosial dikeluarkan dari RUU agar lebih dapat menjamin pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada pekerja/peserta dan tidak menyebabkan beban biaya tambahan bagi pekerja dan pemberi kerja,” tuturnya.