
Pemberantasan Pinjol Ilegal Perlu Regulasi yang Lebih Kuat

Tongam Lumban Tobing, Ketua Satgas Waspada Investasi
Apakah pinjaman online semuanya menyengsarakan?
Tongam mengatakan pinjaman online (pinjol) atau financial technology merupakan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Pinjol ini menjembatani kebutuhan dalam masyarakat yang tidak bisa dipenuhi oleh sektor jasa keuangan formal maupun informal seperti bank, perusahaan pembiayaan, pegadaian, keluarga, teman dan sebagainya.
Tetapi, Tongam menegaskan bahwa tidak semua pinjol berdampak buruk. Pinjol yang tidak menyengsarakan peminjam, menurutnya, adalah pinjaman online yang dilakukan pada perusahaan fintech yang sudah legal.
“Ada beberapa masyarakat mengatakan pinjol itu menyengsarakan? Apakah benar? Kita lihat fakta, bahwa saat ini ada 125 pinjol yang terdaftar di OJK. Dan nasabah yang ada saat ini mencapai 60 juta rekening dengan jumlah dana akumulatif yang disalurkan mencapai Rp150 triliun,” ujarnya.
Dari data tersebut, tambah Tongam, pinjol atau fintech memang dibutuhkan masyarakat sebagai sumber pendanaan alternatif. Tetapi, mesti dilakukan pada perusahaan fintech atau pinjol yang legal. “Pinjol legal, diawasi oleh OJK dan penegakan kode etik oleh AFPI,” ujarnya.
Piter Abdullah, Direktur Riset Centre of Reform on Economics (Core) Indonesia mengatakan pinjol ilegal ini merupakan praktik kriminal. Oleh karena itu, pemberantasannya menjadi tanggung jawab, tidak hanya OJK tetapi tanggung jawab kolektif baik pemerintah, instansi penegak hukum dan masyarakat.
“Jangan sampai isu pinjol (ilegal) ini menganggu perkembangan fintech karena fintech itu sangat kita butuhkan di dalam pengembangan perekonomian kita. Untuk itu, kita perlu memulai untuk memisahkan secara tegas antara pinjol ilegal ini dan fintech, antara pinjol yang meresahkan dengan fintech pembiayaan yang bermafaat bagi perekonomian,” ujar Piter.
Tongam mengungkapkan sejumlah ciri-ciri yang biasanya melekat pada pinjol ilegal, pertama-tama adalah tidak terdaftar di OJK. Kemudian, persyaratan yang dibutuhkan untuk melakukan pinjaman sangat mudah. Hanya berbekal KTP dan foto diri sudah bisa mendapatkan pinjaman. “Makanya sering kami katakana juga, kalau hantu punya KTP bisa minjam di pinjol illegal,” ujarnya.
Namun, karena persyaratan yang diminta itu hanya KTP dan foto diri, biasanya perusahaan pinjol ilegal ini meminta peminjam untuk mengizinkan mengakses semua data pribadi dan nomor kontak di handphone. Ini menjadi malapetaka ketika data tersebut disebar dengan tujuan untuk meneror peminjam.
Ciri lainnya, tambah Tongam adalah fee yang sangat tinggi. “Pinjam Rp1 juta, yang transefer hanya Rp600 ribu. Bunganya diperjanjikan, contohnya 0,5% per hari menjadi 2% per hari. Jangka waktunya diperjanjikan 90 hari menjadi 7 hari. Kemudian kalau sudah terlambat membayar, ada penagihan tidak beretika. Teror, intimidasi, pelecehan. Ini yang terjadi di sana,” ujarnya.
Halaman Berikutnya1 comment
Leave a reply

[…] edukasi dan penegakan hukum, dari sisi regulasi, menurut Fathan juga harus segera ada undang-undang yang mengatur soal fintech ini. Saat ini, regulasi fintech hanya berdasarkan Peraturan […]