
Anggota Komisi IV Ini Desak Pemerintah Evaluasi Larangan Ekspor CPO, Ini Alasannya

Anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo/Dokumentasi pribadi
Pemerintah diminta mengevaluasi kebijakan larangan eskpor crude palm oil dan turunannya karena tak ada batas waktunya. Soalnya, akan berdampak dan berpengaruh terhadap terhentinya produksi sawit di tingkat hulu karena produksi nasional dihasilkan berkisar 3 juta hingga 3,5 juta ton per bulan.
Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo mengatakan, tangki penampung stok yang dimiliki Indonesia hanya mampu menyimpan 9 juta ton/bulan. Sedangkan, kebutuhan dalam negeri hanya sebesar 20% dari jumlah produksi.
“Kalau 3 kali produksi itu artinya tangki stok kita sudah penuh. Berarti tangki stok akan mengalami kesulitan untuk menampung (produksi sawit). Kalau itu tidak mungkin lagi, maka produksi dari hulunya itu akan berhenti. Kalau berhenti akan terjadi pengangguran dan sebagainya,” ujar Firman.
Pelarangan ekspor CPO dan turunannya, kata Firman, juga dikhawatirkan akan berdampak langsung terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Soalnya, ekspor CPO dan turunannya selama ini menyumbang untuk APBN.
“Kalau kemarin pernah disampaikan di dalam diskusi itu sawit kan pernah mencapai Rp 500 triliun. Nah, kalau ini ekspor dilarang, pengganti daripada devisa negara dan penerimaan negara yang sampai Rp 500 triliun itu diambil dari mana? Ini PR besar,” ujar Firman lagi.
Untuk mengatasi persoalan itu, kata Firman, semua pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama mencari jalan keluarnya. Semisal, pemerintah mulai merencanakan membuat aturan jangka panjang untuk melindungi potensi besar yang ada di dalam komoditas kelapa sawit.
“Oleh karena itu undang-undang perlindungan terhadap komoditas mau tidak mau, suka tidak suka harus kita buat untuk melindungi semua, sehingga ekonomi kita berjalan, dan perkebunan kelapa sawit jalan,” kata Firman.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk melarangan ekspor CPO beserta turunannya yang meliputi refined, bleached, deodorized (RBD) palm oil (RBD), minyak jelantah atau use cooking oil dan RBD palm olein. Kebijakan tersebut mulai berlaku sejak Kamis (28/4) ini.