
Anggota Komisi VIII Ini Desak Jokowi Cabut Perpres Arah Kebijakan Program dan Anggaran

Anggota Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis/Iconomics
Anggota Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis mendesak Presiden Joko Widodo mencabut Peraturan Presiden (Perpres) tentang Arah Kebijakan Program dan Anggaran tahun 2021. Alasannya, Perpres tersebut tidak melibatkan Dirjen Penanganan Fakir Miskin dalam hal memelihara fakir miskin dan anak telantar.
“Pertama tidak jelasnya Rp 45 triliun anggaran dari penanganan fakir miskin. Ketika saya teliti ternyata Rp 25 triliun anggaran ini dialihkan pada tupoksi Badan Pengelola Bencana, dan ini menurut saya tidak sehat dalam sistem penganggaran kita,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/2).
Menurut Iskan, fungsi-fungsi pendamping sosial di lapangan meliputi seluruh kabupaten termasuk Papua, telah melakukan aksi protes karena ketidakjelasan status mereka. Padahal, para pendamping tersebut terutama yang di Papua telah bekerja keras untuk menyalurkan bantuan sosial hingga ke pelosok-pelosok daerah yang sulit terjangkau.
“Padahal mereka menyalurkan bantuan sosial itu sampai melalui helikopter di Papua. Jadi 60% saja tidak tersalurkan bantuan pangan non-tunai,” ujar Iskan.
Di samping itu, kata Iskan, adanya perubahan nomenklatur di Kementerian Sosial (Kemensos) sehingga membuat anggaran senilai Rp 25 triliun tidak tersalurkan kepada fakir miskin. Karena itu, pimpinan DPR diminta menyurati Presiden Jokowi agar segera mencabut kebijakan yang tertuang dalam Perpres tentang Arah Kebijakan Program dan Anggaran itu.
“Karena tidak jelasnya penanganan fakir miskin ke depan dan sampai hari ini Kementerian Sosial belum bisa menyampaikan kepada kami yang Rp 25 triliun itu mau diarahkan ke mana,” kata Iskan.
Menurut Iskan, bila kebijakan itu bagian dari perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, seharusnya pemerintah terlebih dahulu berkonsultasi dengan Komisi VIII. Karena Komisi VIII adalah sebagai leading sector yang mengawasi tentang pelaksanaan fakir miskin.
“Karena banyak pendamping-pendamping tidak jelas status mereka, padahal mereka mati-matian di jalanan, di sawah, di tempat-tempat lain, untuk menyalurkan bantuan dari Kementerian Sosial,” katanya.