Golkar Tepis Tudingan Ingin Ubah UU MD3 soal Jabatan Ketua DPR
Partai Golkar menolak tudingan sebagai pihak yang mendorong revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) tahun 2014. Kendati UU tersebut masuk dalam program legislasi nasional tak lalu itu indikasi untuk direvisi.
“Bahwa dengan adanya (RUU) MD3 itu tidak ada indikasi merevisi UU MD3 ini karena masalah pemilihan atau penetapan ketua DPR. Itu enggak ada,” ujar anggota Fraksi Golkar DPR Firman Subagyo di Jakarta beberapa waktu lalu.
Firman mengatakan, pihaknya tidak mengajukan revisi UU MD3 itu masuk prolegnas prioritas. Wacana revisi UU MD3 memang sudah muncul di prolegnas bersama sejumlah RUU lain, jauh sebelum Pemilu 2024 digelar.
Wacana revisi UU MD3 muncul, kata Firman, bersamaan dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Pasalnya, pusat pemerintahan dan DPR bakal berpindah ke IKN.
“Itu semua yang di prolegnas itu kan rancangan, daftar yang akan dibahas waktu-waktu (ke depan) itu akan muncul,” ujar Firman.
Karena itu, kata Firman, Golkar masih mengikuti aturan bahwa jabatan ketua DPR sesuai dengan UU MD3 yang berlaku saat ini. Apalagi proses untuk mengajukan usulan perubahan soal jabatan ketua DPR di UU MD3 cukup panjang dan harus memenuhi berbagai pertimbangan.
“Selama UU belum diubah ya suara (partai) terbanyak (di pileg) itu yang akan jadi ketua DPR. Itu pun kalau ada yang mengajukan (revisi) prosesnya panjang juga dan harus (dibahas) bersama pemerintah, bersama lagi menetapkan,” tambah Firman.
“Lihat urgensinya dan lain sebagainya, pertimbangan-pertimbangan politis lainnya. Enggak semudah itu,” katanya.