Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada Ditunda, Pengamat: Eskalasi Gerakan Rakyat Beri Tekanan

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin/Istimewa
Batalnya pengesahan Revisi Undangan-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang direncanakan hari ini (22/08/2024) disahkan dalam rapat paripurna DPR RI disambut positif.
Meski, batalnya pengesahan RUU Pilkada itu karena jumlah peserta rapat banyak yang tak hadir atau tidak memenuhi kuorum, menurut Pengamat Politik dan Dosen Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, alasan itu hanya alasan formal saja.
“Itu alasan formal dari mereka. Namun kelihatannya mereka melihat eskalasi gerakan rakyat yang banyak menolak revisi RUU Pilkada,” kata Ujang ketika dihubungi The Iconomics, Kamis (22/08/2024).
Apalagi, lanjut dia, acuan RUU Pilkada yang dipakai oleh DPR hanya berlandaskan dari Mahkamah Agung (MA). Disisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusannya berlandaskan Undang-Undang tertinggi yakni Undang-Undang Dasar 1945.
“Yang tertinggi tetap UU 1945. UUD itu konstitusi. MK menafsirkan, tafsir tunggal yang menjaga punya tafsir tunggal terhadap UU yang diisi konsitusi oleh UUD. DPR bikin UU, ya jangan sampai kita menjadi krisis konstitusi, intinya kita harus memberikan penghormatan, agar kita tidak saling ego, ingin menang-menangan,” jelas dia.
Diketahui, Rapat Paripurna mengenai RUU Pilkada yang sedianya digelar akhrinya ditunda. Penundaan itu dikarenakan anggota dewan tidak kuorum.
Penundaan pengesahan RUU Pilkada ini, menurut Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, dikarenakan hanya 86 anggota DPR yang hadir dengan 10 anggota dari Fraksi Gerindra.
“Rapat pun sempat diskors selama 30 menit, tetapi peserta (sidang) tetap tidak memenuhi ketentuan 50% plus satu dari total 575 anggota,” kata politisi Partai Gerindra ini.
Sementara ketika disinggung waktu penjadwalan ulang rapat paripurna, Dasco pun mengatakan secara normatif merujuk pada aturan yang berlaku. “Kita ikuti aturan yang berlaku,” jelasnya.