OJK: Penetrasi Rendah, Ruang Pertumbuhan Industri Asuransi di Indonesia Masih Lebar
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) manyampaikan penetrasi asuransi yang rendah di Indonesia menunjukkan potensi pertumbuhannya masih terbuka lebar. Apalagi, nilai produk domestik bruto (PDB) Indonesia terbilang tinggi dengan jumlah populasi yang juga banyak.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan per tahun 2021, penetrasi asuransi di Indonesia masih sebesar 1,6%, lebih rendah dari beberapa negara seperti India 4,2%, Malaysia 5,3% dan Thailand 5,4%.
“Artinya, masih cukup besar peluang bagi perusahaan asuransi untuk tumbuh karena kita punya GDP yang sangat besar, jumlah penduduk yang juga sangat besar, sehingga potensi daripada pertumbuhan asuransi Indonesia itu masih terbuka lebar,” ujar Ogi dalam wawancara dengan Metrotv, Senin (24/10).
Selain penetrasi yang rendah, tingkat literasi masyarakat Indonesia akan asuransi juga masih rendah. Bahkan di antara industri jasa keuangan lain, seperti perbankan, tingkat literasi asuransi jauh berada di bawah.
“Oleh karena itu, banyak hal yang mesti diperbaiki. Dari industri, perusahaan asuransi itu sendiri, kita juga perlu melakukan pembenahana-pembenahan dimana infrastruktur dari perusahaan asuransi baik dari segi pengelolaan investasi, dari risk management maupun tata kelola, itu diperbaiki secara menyeluruh. Demikian pula nanti di lembaga penunjang, maupun dari segi OJK selaku pengawas perasuransian juga akan kita perkuat untuk pengawasan yang lebih efektif,” ujar Ogi.
Ogi menjelaskan penguatan industri jasa keuangan, termasuk asuransi, harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh stakeholders, baik pelaku usaha jasa keuangan, lembaga penunjang, asosiasi, maupun OJK.
“Karena tujuan akhrinya adalah bagaimana konsumen/pemegang polis dapat dilindungi dan industri dapat tumbuh secara sehat dan kuat secara berkesinambungan dan berkontribusi pada perekonomian Indonesia,” ujarnya.
Untuk itu, tambah Ogi, OJK terus mendorong implementasi dari Three Lines of Defence dalam pengawasan asuransi. Di layer pertama, perusahaan asuransi berperan melalui tata kelola (governance) yang baik, risk managemet yang baik, didukung oleh sumber daya manusia yang juga baik.
Di layer kedua, peran penting dari lembaga penunjang industri asuransi termasuk asosiasi sangat penting. “Kita dorong supaya asosiasi seperti Persatuan Aktuaris Indonesia itu mendorong standar dari profesi aktuaris, menyediakan tenaga-tenaga aktuaris yang profesional. Kami dari OJK mewajibkan di setiap perusahaan asuransi itu harus ada aktuaris perusahaan selain perusahaan aktuaris yang independen,” ujar Ogi.
Pada layer ketiga, pengawasan dari OJK, termasuk di dalamnya adalah SDM pengawas dari OJK dan regulasi-regulasi yang diterbitkan. Ogi mengatakan untuk penguatan industri asuransi ini, OJK antara lain telah menerbitkan SE No.05 tahun 2022 tentang PAYID atau unit link.
“Kedepan juga kita akan mengeluarkan regulasi-regulasi baru yang intinya adalah penguatan kesehatan industri perasuransian. Kemudian kita juga memperkuat pengawasan khsusus terhadap perusahaan asuransi yang bermasalah,” ujarnya.
Selama tahun 2022 ini, industri asuransi Indonesia kembali tumbuh positif. Hingga Agustus 2022, aset industri asuransi di Indonesia tumbuh 7,89% mencapai Rp883,26 triliun, dari Rp818,64 triliun pada periode yang sama tahun 2021.
Kemudian dari sisi investasi, baik asuransi jiwa maupun asuransi umum tercatat mencapai Rp673,66 triliun, naik 5,97% yoy. Pendapatan premi juga tumbuh seebsar 2,1% menjadi 204,9 triliun.
“Terkait dengan permodalan, kita lihat secara agregat perusahaan asuransi jiwa itu RBC mencapai 485,51%. Ini berarti bahwa masih di atas ambang theresold 120% sesuai ketentuan OJK,” ujar Ogi.