PPATK Temukan Rp 1 Triliun Hasil Kejahatan Lingkungan Masuk Parpol
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya uang kejahatan lingkungan senilai Rp 1 triliun masuk ke partai politik (parpol). Hasil analisis PPATK itu sudah pula disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) beberapa waktu lalu.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, hasil analisis itu dilakukan untuk menelusuri sejauh mana green financial crimes di Indonesia. “Kita menemukan, kok sepertinya tidak ada rekening dari para peserta kontestasi politik yang tidak terpapar. Paling tidak kalau tidak terpapar, berpotensi untuk terpapar atau ada indikasi terpapar,” kata Ivan dalam diskusi sentra Gakkumdu yang diselenggarakan secara hybrid, Selasa (8/8) kemarin.
Berdasarkan hasil analisis PPATK itu, kata Ivan, terdapat 7 provinsi utama dengan kecenderungan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada dana kampanye. Ketujuh provinsi itu adalah Jawa Timur (9,00), DKI Jakarta (8,90), Sumatera Barat (7,91), Jawa Barat (7,57), Papua (7,30), Sulawesi Selatan (7,24), dan Sumatera Selatan (7,02).
Kemudian, kata Ivan, terdapat 11 provinsi dengan rata-rata risiko tertinggi dana kampanye digunakan sebagai sarana pencucian uang yang bercampur dengan dana hasil ilegal. Adapun 11 provinsi itu adalah DKI Jakarta (8,95), Jawa Timur (8,81), Jawa Barat (7,63), Jawa Tengah (6,51), Sulawesi Selatan (5,76), Sumatera Utara (5,67), Sumatera Barat (5,67), Sumatera Selatan (5,46), Papua (5,43), Bali (5,35), dan Bengkulu (5,04).
Menurut Ivan, sudah seharusnya para peserta pemilu yang menjalankan aktivitas kampanye wajib menggunakan dana yang berasal dari rekening khusus dana kampanye (RKDK). Dan, tidak boleh memanfaatkan anggaran yang bukan berasal dari RKDK.
“Solusi terbaik pemilu bersih, aktivitas pembiayaan kampanye wajib bersumber dari RKDK,” ujar Ivan.
Sebagai disclaimer, kata Ivan, hasil analisis PPATK tidak menunjukkan ada atau tidaknya tindak pidana atau pelanggaran apapun. Hasil analisis ini hanya sebagai gambaran searah atas perilaku transaksi yang menjadi objek analisis.
“Ini tidak bisa lagi dibicarakan di luar dan yang akan saya sampaikan adalah data yang belum, yang tidak bisa dikatakan terjadi tindak pidana. Jadi ini adalah data yang kalau tindak pidana nanti akan dilakukan secara berbeda dengan aparat penegak hukum yang terkait,” kata Ivan.